RSS

Kenapa, kawan?

Kau kenapa, kawan?
..
Pertama kali saya masuk kuliah, saya tertarik dengan seseorang, kita sebut saja namanya eman. Saya tertarik dengan dia, karena gayanya yang cool, keren, kayak anak dari manaa gitu. Trus dia bawa2 permainan yang setengah mati saya mainkan tapi ga bisa2 dulu, rubik. Dan dia mampu memainkannya.
Saya tertarik, karena da orang yang mampu mengalahkan permainan memusingkan gak jelas itu,disini. N then, saya salut.
Saya di kampus, tidak mengenal siapa2. Jadi saya apa adanya saja. Biasa, masih baru, terkadang kreak sedikit. Saya masih terbawa sifat SMA dan SMP dulu. Saya agak sedikit tomboy . Tapi hatinya lembut loh,. Dulu saya lembut banget orangnya, Tanya lah sama temen2 saya..#maksa.
Akhir2 ni entah mengapa saya menjadi orang yang sedikit agak keras.
Nah, lanjut ke cerita tadi, karna saya penasaran, saya deketin tuh orang. Tanpa perkenalan, tanpa basa basi, saya pokoknya minta diajarin supaya bisa rubik dan bisalah.
Saya dan eman jadi akrab, ini emang sudah diatur Allah. Semua scenario Allah. Ga ada yang kebetulan, dengan awal perkenalan saya tau namanya eman. Ketika itu juga kertas bukti pembayaran spp saya, dia yang menemukan. Biasa sih emang. Trus blog saya yang bernama seperti namanya dulu. Ya, mungkin juga biasa sih. Tapi kalo dibilang kebetulan, kebetulan banget! Tapi saya teteup memegang kata2 Harun Yahya,
‘’Menerima kehidupan, berarti menerima kenyataan bahwa tidak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan’’.
……………
Intinya, saya dan eman menjadi akrab. Deket? Lumayan. Saya memang belum faham masalah akhlak dan pergaulan dengan lawan jenis. Saya masih biasa saja. Karna, ketika saya dari dulu sampe sekarang, berteman ya berteman. Gak lebih. Gak ada yang perlu dikhawatirkan. It’s simple.
Kelebihan lain yang dimiliki eman adalah, dia jago banget bahasa inggris, man. ><
……………
Saya dan eman berteman walaupun tidak selalu bersama seperti di pilem2, ber genk2, tidak. Kami saja tidak sekelas awalnya. Pokoknya tempat saya dan eman ketemu itu, di MKU. Saya emang selalu nyari eman untuk sekedar bercerita tentang rubik, atau apapun hal yang menarik lainnya. Asyik? Asyik.
Selain eman, saya juga punya 2 orang sahabat yang selalu bersama2. Kami selalu bertiga. Sebut saja inem dan imin. Inem dan imin adalah 2 orang paling baik menurut saya dlu. Sekarang pun masih. Sifat kami berbeda semua. Inem orangnya slow, santai..Imin orangnya semangat, gabuh, panikan. Dan saya? Gabungan keduanya. Terkadang saya cenderung ke inem, terkadang cenderung ke imin. It’s so happy if I remembered it again.
…..
Trus, saya, eman dan kedua sohib saya mengikuti organisasi yang bernama Lembaga Dakwah Kampus. Apa manfaatnya dan apa tujuan saya?
Jelas. Saya hanya berfikir ketika itu, saya mau jadi orang baik2. Kenapa di LDK? Karena saya percaya, disana, banyak orang2 yang dekat dengan Allah dan saya memang temukan itu. LDK itu bukan tempat khususnya anak2 pake celana goyang, jilbab gede, tidak. Nol Besar! Semua orang (muslim/ah) boleh gabung. Boleh. Banyak orang yang takut gabung ke LDK, karena takut dia tidak bisa lagi emmakai jilbab yang baik. Tidak bisa lagi berdua2an dengan cowok, tidak bisa lagi memakai pakaian2 ketat yang memamerkan bentuk tubuh, tidak bisa lagi bergaul bebas, dan ketidakbisaan lainnya. Dan itu sempat terfikir ke saya. Alhhamdulillah ya Rabb, ini adalah hadiah hidayah Mu yang luar biasa yang Engkau berikan. Kokohkan hatiku, sampai aku mati. Intinya gini,
‘’kalo mau baik, bertemanlah dengan orang baik..’’ udah.
..
Lanjut,
Saya, eman ,dkk telah bergabung di dalam LDK.
Dan saya mendapat banyak pelajaran yang saya sadari bahwa saya telah lewat batas.
Pergaulan saya tidak terbatas, menjaga hati kurang, menjaga sikap, dll, terutama terhadap lawan jenis.
Saya emang agak susah untuk istilahnya jatuh cinta. Ketika saya mulai jatuh cinta sama seseorang, ada aja alasan supaya saya jangan merasakan itu dulu. Saya sadar, bahwa cinta, semata2 hanya untuk Allah, karena Allah. Maka Allah akan memberikan cintaNya melebihi cinta lain.
Ukhuwah Islamiyah juga saya dapatkan di LDK.
TEman2 saya seorganisasi adalah teman2 paling keren yang pernah saya temui. Banyak pelajaran yang saya dapat dari mereka. Keikhlasan, kesabaran dan intinya, Saya mencintai Mereka, Karena Allah, dalam dekapan ukhuwah, insyaAllah.
Dan saya pikir, tidak ada yang berubah antara saya dan eman setelah kami tergabung dalam organisasi. Tapi saya sedikit keliru. Saya melihat eman sedikit berubah dari biasanya. Dia sedikit menyueki saya, tidak seperti dulu. Mungkin karena saya terlalu GR, tapi tidak. Saya menganggap eman adalah teman pertama yang paling baik. Sayang? Ialah, sayang sebagai teman, gak lebih. Gak lebih. Saya sudah pernah bilang, kalo saya udah sayang sama orang, saya cemburuan abis orangnya. Tapi ketika saya sudah kecewa pada orang, apalagi yang sebelumnya dapet title lebih dari saya, enough, saya hanya menganggap orang tsb sebagai orang yang pernah saya kenal.
Dan itu terjadi pada eman. Sikap eman sering tak karuan, terkadang ia begitu ramah pada saya, terkadang saya sama sekali dicueki. Kenapa? Saya salah? Saya sering bertanya pada eman, seperti anak yang merengek pada orang tuanya. Eman terkadang tidak menjawab dan diam. Tanpa senyum.
Terkadang saya mikir, apa saya salah? Apa saya telah mengecewakannya? Apa saya melakukan sesuatu yang membuatnya marah?
Saya tau, mungkin ia telah mendapat masukan2 dan taujih2 dari kakak/abang asuh. Dan itu wajar, karena saking dekatnya saya dengan eman, sampai2 saya difikir teman2 telah bertunangan dengan eman. =,=’
Ini sih, gossip paling memurahkan yang saya dapet. Udah sering saya diginiin.
Saya biasa saja, tapi mungkin tidak biasa bagi eman yang telah menjadi ikhwan.
Astahgfirullahaladzim, saya baru mikir. Apa selama ini, sayalah yyang menyebabkan eman, namanya tidak baik. Menjadi fitnah baginya. Astaghfirullah.
Mungkin eman menganggap saya terlalu berlebihan jadi seorang (yang seharusnya) akhwat/muslimah seharusnya. Sehingga dapat mengganggu hatinya. Disaat dia sedang berusaha menjaga hati, saya malah merusaknya, nadzubillah ya Allah. Mungkin eman marah karena saya tidak menjaga hati dan sikap saya.Atau mungkin saya terlalu bersuudzan kepada eman? Yah, maklumlah, saya Cuma seorang wanita biasa.
Andai eman tau, kalo dialah laki-laki yang berani menegur saya ketika lengan baju saya terangkat dan menampakkan tangan saya, menegur saya ketika saya duduk seperti laki2 mengangkat rok saya ketika naik motor, dll.
Saya kangen sih, atas teguran2 itu, karena, setiap eman menegur sesuatu, emang langsung masuk ke pikiran saya. Subhanallah.
Dan yang terjadi sekarang adalah, saya tidak seperti yang dulu dengan eman. Tidak terlalu akrab dan terkadang saya merasa eman menjauhi saya. Kau kenapa, kawan? Apa sebegitu bencinyakah kau kepadaku? Atau karena kau mencintaiku?
Biasa saja. Oh, mungkin bagimu tidak biasa ya. Terkadang sih aku seperti itu juga. Ketika aku mulai jatuh cinta yang belum halal kepada sahabatku, aku benci. Bukan membencinya, tapi membenci kenapa aku harus mencintainya sebelum waktunya.#rupanya enggak..-,-''
Ya, mungkin Cuma perasaan saya kali ya? Iya perasaan kali sepertinya. Ya tapi gapapa la,
Saya hanya ingin meluruskan saja. Bahwa tidak ada sama sekali untuk saya berniat mengotori hati eman, atau menganggu eman. Saya hanya merasa kehilangan sesosok sahabat. Dan saya tidak peduli dengan ocehan2 murahan dari orang2 yang ga paham. Kalo mau tau, ya ditanya. Waduh, parah. Sepertinya saya juga harus lebih menjaga hati. bener2 ditampar hidup2 dari kisah ini. 
…..
Dari kisah diatas, kita bisa ambil pelajaran. Bahwa benarlah, wanita yang mampu menjaga kehormatannya adalah wanita yang mampu menjaga akhlak, sikap dan pakaiannya. Janggan berlebihan dalam menanggapi persahabatan apalagi dengan lawan jenis, bersahabatlah karena Allah, berukhuwahlah karena Allah.
Dan saya sadar, selama ini, Allah telah menegur saya melalui eman dan sikap2nya kepada saya. Awalnya saya tidak terima, hinngga saya tau, bahwa itu adalah teguran termanis dari Allah untuk saya.
Saya juga pernah membaca kisah seperti ini,
Ini bagus kisahnya,
Cinta Dunia Maya
(Annida 200607-200608)

***
“Hei, Yud. Kok senyum-senyum sendiri sih. Jangan2 kamu sudah kena penyakit gila?” goda ku pada Yuda, teman se-kost yang sedang senyum-senyum simpul sambil memandangi layer monitornya.
“Sembarangan aja kamu, An. Ini lho, aku dapet temen chat yang menggelikan.”
Aku bangkit dari kursi. Penasaran.
“Siapa sih?” Tanya ku pada Yuda. Sambil kulonggokan kepalaku memandang layer monitor.
<Yuda> assalamu’alaikum.
<Putri_salju2050> wa’alaikumussalam, pa kbr?
<Yuda> Alhamdulillah baik, Asl, pls Ukhti?
<Putri_salju2050> apakah perlu, kita kan bias komunikasi tanpa harus berkenalan kan akhi?
<Yuda> ana rasa itu kurang bagus
<Putri_salju2050> kenapa?
<Yuda> umur menurut ana sangant penting. Berbicara dengan mahasiswa tentu tidak sama dengan anak TK. Kan tidak mungkin ana berdiskusi dengan anak TK.
<Putri_salju2050> mungkin saja. Mendingan diskusi sama anak TK tapi nyambung daripada sama mahasiswa tapi gak nyambung.
<Yuda> OK deh kalau begitu. Anti benar2 masih TK ya?
<Putri_salju2050> anak TK? Boleh juga.
<Yuda> panggil adek TK aja klo gitu, ya?
<Putri_salju2050> boleh. Kesannya malah ana masih imut…

“Yud, siapa dia?”
“Aku juga nggak tahu.”
“Ngomongnya kok udah pake ana-akhi. Jangan2 dia udah akhwat.”
“Ya… emang dia akhwat. Masa ikhwan sih?”
“Aku serius, Yud.”
Yuda hanya tersenyum.
“ati-ati, Yud. Godaan setan bertebaran di mana-mana lho. Apalagi kalau Adam sudah berhadapan dengan Hawa”. Kutepuk pundak Yudan yang masih asik menekan-nekan keybordnya.

“An, Yuan… bagun dong. Ada hal penting nih”. Kurasakan tubuhku diguncang-cuncang.
Aku membuka mata yang baru tertutup beberapa menit yang lalu.
“Ada apa, Yud, udah waktunya sholat malam ya?”
“Bukan. Pokoknya gawat deh. Bangun dong.”
“Kamu ini, kalo bangunin orang pakai sopan santun sedikit kenapa sih…” dengan rasa kantuk yang masih menggayuti mata, aku bangkit dari tempat tidur. “Ada apa?”
“Sini…” Yuda berjalan kea rah komputernya. Mau tak mau akupun melangkah mengikutinya.
Ketika tiba di depan computer, aku menajamkan pandanganku.
“Aku mencintaimu!”
“Apa jawaban kakak?”
lama aku menatap tulisan berwarna pink di monitor. Kukucek-kucek mataku dengan kedua tangan karena tak yakin dengan apa yang kulihat. Aku menoleh kea rah Yuda yang ada di sampingku.
“Dari siapa, Yud, adhek TK-mu ya?” Yuda hanya mengangguk.

Adhek TK-nya yuda atau Maya (nama aslinya) adalah seorang muslimah asal jogja yang kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di sana. Mengambil jurusan Biologi yang baru menempuh semester 3. pada awalnya yuda berkenalan dengan lewat chatting beberapa waktu yang lalu dan terus berlanjut dengan mengirim e-mail. Pada mulanya e-mail yang dia tulis biasa-biasa saja. Menanyakan arti mustholahat Arab yang tidak diketahuinya dan terkadang minta taushiyah.

Kok aku tahu? Ya… karena Yuda mempercayaiku untuk ikut membca email yang dikirimkannya. Sering juga Yuda baru membalas emailnya setelah meminta saranku. Namun akhir-akhir nin email yang dikirim oleh adhek TK-nya Yuda agak lain. Emailnya sering bertanya tentang pandangan Yuda mengenai dunia muslimah. Dan puncak dari keanehan itu adalah email yang terakhir ini.

“Sudah kamu balas, Yud?”
Yuda menggeleng, Aku kembali meliaht wajah Yuda yang masih terbengong-bengong.
“Tenang aja, Yud. Tak usah seserius itu”. Aku menepuk pundaknya, mencoba mengalirkan kekuatan kepadanya untuk tetap segar. Yuda menyeringai.
“Ya… maklum aja, An. Baru kali ini aku dapat yang beginian. Menurutmu, bagaimana aku harus membalasnya?”
“Menurutku, kamu jawab sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiranmu, tapi yang penting tidak menyimpang dari ajaran islam”.
Yuda menganggukkan kepala.

Assalamu’alaikum, Adhek TK…
Terus terang ada surprise tersendiri membaca email adhek yang singkat tapi penuh makna. Sulit bagi kakak untuk memahami jawaban seperti apa yang adhek maksudkan. Tapi akan kakak coba.
Adhek mencintai kakaknya? Menurut kakak itu wajar. Dan wajar pula jika seorang kakak juga mencintai adheknya. Kakak rasa, tidak ada yang luar biasa. Namun tetap saja kakak masih bingung. Mengapa adhek harus mengungkapakannya pada kaka? Apakah semua itu memang harus diungkapakan?
Adhek TK, cinta pertama yang harus kita patri dalam sanubari adalah cinta pada Allah dan Rosul-Nya. Adhek tentu pernah membaca tentang kisah para sahabat pada perang Uhud? Mereka menjadikan tubuh mereka tameng untuk menghalangi senjata-senjata kaum musyrikin yang akan mengenai tubuh Rasulullah. Ada juga shahababiyah yang suami, anak dan saudaranya syahid bersamaan dalam satu peperangan. Tapi ia slalu menanyakan bagaimana keadaan Rasulullah. Ketika dia tahu Rasulullah selamat, ia berkata : “Seluruh musibah terasa ringan setelah melihat dirimu”.
Adhek TK, merekalah uswah kita dalam cinta. Cinta Allah dan Rasul-Nya telah memenuhi seluruh ruang dalam hati mereka walaupun mereka tetap tidak menafikan cinta kepada sesama muslim.


Aku hanya gelang-geleng kepala membaca kalimat demi kalimat Yuda.
“Bagaimana, An?”
“Masih rentan fitnah. Apalagi kalimat terakhirnya.”
“Tapi, An, aku harus menjawab emailnya. Atau kau piker sebaiknya aku diam saja? Tapi, An, di room dia lihat aku aktif diskusi. Kan gak sopan  jika aku membiarkannya begitu saja. Aku takut dia menyangka yang nggak-nggak,” jawab Yuda sedikit emosi.
Aku terdiam. Mendebatnya dalam suatu hal yang dia yakini kebenarnnya hanya akan menambah dia semakin mempertahankan diri.

Semenjak email terakhir itu terkirim, wajah Yuda mulai menampakan warna yang lain. Ya, walaupun ia masih rutin ke masjid lima waktu. Tilawah 1 juz perhari serta baca Al-Ma’tsurat pagi sore, namun jadwal onlinenya mulai bertambah.
“An, sholatku rasanya ngak bisa khusu'. Aku selalu teringat dengan dia. Walaupun aku tak pernah melihat wajahnya, tapi dari kata-katanya, tutur bahasanya, dan nasihat-nasihatnya seakan-akan aku bias merasakan bahwa sebenarnya dia ada di depanku. Aku bias melihat keceriaan di wajahnya, binary matanya, dan … ah…” ujar Yuda kepadaku suatu saat.
“Astaghfirullah! Istighfar, Yud. Sampai separah itukah?” tanyaku.
Yuda mengangguk.
Aku sadar, sejak awal aku sudah khawatir komunikasi mereka akan mendekati ambang batas yang membahayakan. Apalagi dengan kondisi Yuda yang sekarang. Hampir sebulan ini tak lagi ikut kajian rutin. Padahal itu adalah sarana yang efektif untuk stabilitas keimanan.

Walau rutinitas amal hariannya kuakui masih berjalan normal, tapi ada sisi-sisi penting yang hilang dari diri Yuda. Dan aku sebagai teman hanya bias mendo’akan dan menasihatinya. Dengan kondisi sekarang, nasihat-nasihatpun seperti angina berlalu baginya. Hanya saja kadang-kadang dia ingin didengarkan dan diberi semangat.

“Apakah menurutmu email terakhir itu penyebabnya?”
“Aku tak tahu, An. Mungkin karena itu tapi mungkin juga karena chatku akhir-akhir ini lebih dari sekedar rutin”.
“Ternyata kau menyadarinya”.
“Sebenarnya aku tak ingin seperti ini, An. Ketika dia menceritakan bahwa dia menginginkan seorang kakak laki-laki, aku hanya berusaha bias jadi kakak yang baik untuknya. Tapi ternyata aku terlalu lemah. Sekarang aku sadar, An. Semua yang kulakukan ini terlalu berbahaya untukku. Mungkin juga untuknya.”
“Sekarang apa yang akan kau lakukan?”
Yuda menggeleng. “Aku tak tahu”.
Yud, kalau aku boleh tahu, sebenernya apa sih tujuanmu chat di internet?”
“Pada awalnya aku ingin berdakwah.”
“Terus…”
“Ya… ternyata aku selalu terseret arus yang melenakan.”
“Sekarang kau sudah sadar. Apakah kau ingin berubah?”
“Kalau mengolok-olokku, An. Siapa sih yang tidak ingin berubah?” 
“Kalau kau memang ingin berunah, kau sudah tau dong dengan konsekwensinya?”
Yuda terdiam. Dia mengganguk pelan.
“Tapi aku juga ingin menyadarkan dia ke jalan yang lurus.”
“Dia siapa? Adhek TK-mu?”
Yuda mengangguk.
“Yuda… Yuda. Kalu kau memang ingin menyadarkan dia ke jalan yang lurus, kau harus berubah dulu. Percuma kau berkoar-koar dengan dalil-dalilmu dan menyuruh dia begini dan begitu. Sedangkan virus-virus mematikan itu masih bercokol di hatimu. Allah Maha Melihay, Yud. Dia tahu segala tingkah polahmu. Bagaimana kau akan mengajak seseorang ke jalan yang lurus jika kamu tetap dijalan bercabang?”
“Sekarang menurutmu apa yang harus ku lakukan?”
aku tersenyum melihat Yuda. Dia seperti anak kecil yang kehilangan balonnya. Pasrah “Kurangi kominikasimu dengannya. Carilah kesibukan lain. Bukankah kau aktif di internet sejak gak kajian?” aku yakin itu akan jadi stabilisatormu.”
“Tapi, An. Aku malu”
“Kenapa harus malu? Kayak mau dinikahkan aja. OK. Kalau kamu malu, biar aku yang mengantarkan, bagaimana?”
“Tapi, An…”
“Yud, hidayah yang kau dapatkan sekarang belum tentu akan dating lagi esok. Jika tidak sekarang… kapan lagi?”

Langit cerah. Sinar mentari pagi menghangatkan tubuh kami yang basah oleh keringat. Lari pagi ke Hadiqoh Dauliyah terasa menyegarkan. Kendaraan belum ramai. Suara burung-burung pipit menghiasi suasana pagi el_thairan St. salah satu jalan utama di Nash City. Sudut kota Kairo yang masih cukup ramai ditempati mahasiswa Malaysia dan Indonesia.
“Yud, bener kamu mau traktir aku makan kibdah?’
“Memang aku punya tampang pembohong ya , An?”
“Bukan begitu, harganya sekarang sudah 2 kali lipat disbanding ketika kita dating dulu”.
“Ah… sesekali makan enak ka gak da salahnya?”
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang berkuasa membolak-balik hati manusia. Sekarang, Yuda telah mulai bias melupakan masalah dengan adhek TK-nya. Kini ia telah aktif kembali di kajian rutin.
Kami berjalan menuju rumah membawa 4 sandwich kibdah. Setelah sampai di rumah. Yuda menghampiri komputernya sedangkan aku duduk di kursi sambil menikmati kibdah.
“Astaghfirullah!” tiba-tiba Yuda beristighfar.
“Ada apa, Yud?”
Aku meloncat dari kursiku dan berlari menghampirinya yang berdiri terpatung di depan computer.
“Ini, An, baca!”
“Aku menatap monitor tak berkedip.


“Aku mencintaimu!”
suatu hari adhek mengatakan itu pada seseorang. Tapi apa jawabannya? Sungguh diluar dugaan. Dia tersenyum dan mengatakan “Baiklah… kita pacaran.”
Orang dewasa itu memang macam-macam pikirannya. Jika ada yang mengatakan “aku mencintaimu” pikiran mereka telah merumuskan sendiri tentang makna kata-kata itu. 

Yang hasilnya sungguh mengerikan. Adhek sungguh tak habis mengerti. Karena dalam kehidupan adhek, kehidupan anak TK, tak ada pikiran-pikiran seperti itu. Kami mengatakan apa adanya dan menerimanya apa adanya juga. Jika kami mengatakan putih, maka itupun benar-benar putih adanya. Jika kami mengatakan merah, kuning, hijau, biru, atau hitam, itu benar-benar adanya. Begitu pula jika kami mengatakan “aku mencintaimu” maka itupun benar-benar adanya. Tak ada fikiran lain yang aneh-aneh di dalamnya. Tak ada.

Orang dewasa itu memang berbeda. Jika mereka diberi warna hitam, mereka terdiam lama sekali sehingga bosan. Baru kemudian mereka menjawab, “Itu warna merah keunguan”. Kami, anak-anak kecil hanya melongo saja. Kami tak habis fakir mengapa mereka mengatakan seperti itu padahal jelas-jelas warna hitam.
Sekarang, ketika adhek ingin sekali mengatakan “aku mencintaimu” pada seseorang, adhek harus berfikir 100.000 kali. Jika tidak, mungkin kata-kata adhek akan disalah artikan dan adhek akan sedih sekali bila itu terjadi.

Ingin rasanya menyebar dan membagi cinta ini untuk semua orang. Tapi pikiran manusia telah tercemar oleh virus-virus ganas yang mematikan. Kapan mereka akan sembuh? Dan sisaat itulah aku mengatakan pada semua orang bahwa “aku mencintaimu” dan mereka pun akan tersenyum penuh kebahagiaan.

NB: Jawaban kaka tentang cinta yang adhek tanyakan, sebenarnya udah lumayan. Tapi kaka harus lebih menjaga hati. Adhek juga. Sama-sama deh. Maaf jika ada kata-kata adhek yang menyinggung perasaan kakak. Semoga kakak mengerti apa yang adhek inginkan.


Aku memandang Yuda. Yuda pun memandangiku. Kami berpandangan cukup lama kemudian…
“Hahahaha…” tawa kami lepas begitu saja.
……….
Semoga Allah mengampuni setiap kekotoran hati, kekurang faham, kebodohan dan kelemahan diriku. J
Semoga bermanfaat..

@Diyasang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: