RSS

Aku Bukan Akhwat (2)

Semenjak perubahan yang terjadi pada Reza dan perasaan anehnya pada Reza, Dika jadi sedikit canggung ketika bertemu Reza. Ketika bertemu Reza di sekolah, Reza menyapanya tersenyum. Namun Dika hanya tersenyum kecil sambil membuang muka. Reza hanya bingung.
Dika mencoba menetralkan perasaan yang mulai dicurigainya sebagai cinta kepada Reza dengan cara menjauhi dan tidak terlalu sering berhubungan dengan Reza. Meskipun mereka masih duduk bareng di kelas.
                Dika yang mencoba berusaha menahan hati sering merasakan sakit ketika melihat Reza dan Rifka. Bila Reza dengan wanita lain, tidak masalah baginya. Tapi ketika Reza dengan Rifka, perasaannya hancur berkeping-keping.
                Selesai shalat ashar, Dika memakai sepatu dan Reza juga keluar dari pintu lelaki. Dika dan Reza saling melihat. Dika terkejut, namun ia berusaha untuk santai.
‘’Huuri, nanti kamu ada latihan?’’ tanya Reza sambil memakai sepatu juga.
‘’Enggak, za. Kenapa?’’ Jawab Dika dengan lembut. Dika merasa, beberapa hari ini ia berbicara sangat hati-hati dan lembut dengan Reza. Dan Reza juga merasakan itu. Namun Reza pura-pura tidak tahu.
‘’Gak, papa, jadi kamu pulang langsung?’’ tanya Reza.
‘’Hm…kayaknya iya..’’ jawab Dika santai. Padahal dalam hatinya, ingin sekali ia mengatakan,
‘’Za, aku mau bermain sama-sama kamu lagi. Kayak dulu. Kita selalu pulang bareng, cerita bareng..’’ ‘’Kamu?’’ tanya Dika balik ke Reza.
Reza tersennyum.
‘’Aku juga sepertinya, ga ada kerjaan lagi..’’ jawab Reza tersenyum.
‘’Ooh..’’ Jawab Dika.
Ia berfikir, entah apa yang dipikirkannya.
‘’Za..’’ Panggil Dika.
‘’Ya?’’ Jawab Reza santai.
‘’Mm..a-aku..mau nanya, boleh?’’ tanya Dika gugup namun berusaha menyantaikan diri.
‘’Tanya apa, Huuri?’’ jawab Reza menatapnya dengan lembut dan santai.
DUG!
Dika langsung membuang muka.
Ia berdiri menghadap lapangan basket, seperti biasa.
Dengan Reza dibelakangnya.
Reza sesekali membaca artikel yang tertempel di mading.
‘’hm..kamu merasa, persahabatan kita merenggang?’’ tanya Dika ragu sambil menutup matanya  sebentar.
Reza terkejut dengan pertanyaan Dika. Ia terdiam. Menelan ludah. Mencoba berfikir, jawaban tepat yang harus diberikannya kepada Dika.
‘’Huuri, kita masih bersahabat. Persahabatan kita ga akan pernah putus. Hanya saja….’’
‘’Hanya saja, kamu sekarang lebih memilih Rifka!’’ Dika tiba-tiba memotong pembicaraan Reza.
Reza terkejut mendengarnya, apalagi Dika. Ia tidak menyangka akan berkata seperti itu. Tapi itulah yang menyesakkan dadanya selama ini.
Reza diam. Berdiri termangu seperti patung, tidak mampu merasakan hangatnya hembusan angin sore yang mengiringi mereka berdua di halaman mushalla itu.
‘’Kamu suka ya dengan Rifka?’’ Tanya Dika kembali tanpa sekalipun melihat Reza. Ia tidak sanggup jika harus melihat wajah Reza yang sedih atau mungkin bisa dikatakan galau.
Reza lagi-lagi hanya diam. Keningnya mengerut. Ia sangat terkejut dengan pernyataan yang dilontarkan sahabatnya. Sebenarnya ia marah, namun kasih sayangnya terhadap Dika, melumpuhkan semua amarahnya. Ia mencoba menahan diri dan hatinya, dengan cara diam. Dilihatnya Dika terus melihat ke arah lapangan, sesekali menunduk.
‘’Kok diam, za?’’ Dika bertanya kembali sambil melihat Reza.
Reza membalas pandangan Dika dengan santai, namun diam. Terkesan dingin. Dika terkejut dengan hal itu. Tidak pernah Reza menatapnya seperti ini.
Reza sesekali membuang pandangannya dengan masih wajah biasa, tanpa senyum. Sepertinya ia sibuk berfikir.
Terkadang ia menunduk. Melihat ke langit. Membuang nafas panjang. Reza masih diam, tidak tau harus mengeluarkan statmen apa.
‘’Jadi..karena Rifka kamu seperti ini?’’ tanya Reza tiba-tiba namun tetap santai.
Kali ini Dika yang terdiam. Dia terkejut dengan pertanyaan yang dianggapnya pertanyaan bodoh Reza.
‘’IYALAH!’’ Jawab hatinya, namun tidak diucapkannya. Ia masih diam, sesekali menggingit bibir.
Ia melihat Reza yang melihatnya santai menunggu jawaban. Reza menaikkan alis sebagai tanda bertanya, ‘’kenapa?’’.
Dika sesekali menunduk, melihat Reza, melihat ke lapangan. Mencoba menarik nafas dan menghembuskan nafas panjang.
Reza dan Dika adalah dua siswa yang cerdas. Dan mereka sadar, mereka juga harus bersikap cerdas untuk masalah seperti ini.
‘’Bukannya apa-apa. Aku hanya merasa kehilangan..’’ jawab Dika lembut, santai sambil tersenyum kecil.
Reza tersenyum kecil.
‘’Kehilangan dalam artian gimana?’’ Tanya Reza juga santai.
Mereka tidak saling melihat. Pandangan mereka masing-masing. Reza melihat-lihat buku yang ditangannya dan Dika menatap lapangan kosong dengan hembusan angin sepoi.
Mereka duduk sejajar, bersebelahan dengan jarak 2 m.
‘’Aku merasa, kamu udah menjauhi aku..’’ ucap Dika pelan.
Hari ini, sore ini, mereka berbicara saling jujur. Dika jujur atas perasaannya yang sakit selama ini. Dan Reza juga berusaha jujur dengan apa yang terjadi.
Reza diam kembali. Menarik nafas.
‘’Kelihatannya seperti itu, namun tidak..’’ jawab Reza biasa.
Dika menunduk, sambil sesekali memainkan tali sepatunya.
Tanpa ditanya pun, sebenarnya Dika sudah bisa merasakan Reza tidak pernah meninggalkannya.
Begitu juga dengan Reza, tanpa Dika berbicara, ia bisa merasakan Dika begitu menyayanginya dan dia juga begitu menyayangi Dika.
Hanya saja, kata sayang  itu, tidak pernah terlontar dari bibir keduanya.
Mereka menunjukkan lewat apa yang mereka lakukan dulu, dan sekarang.
‘’Kamu sekarang, sudah menjadi ikhwan…’’ ucap Dika pelan sambil tersenyum kecil.
Reza terkejut mendengar ucapan Dika. Rasanya dia ingin tertawa.
Sambil tersenyum, dia menjawab,
‘’Huuri, ikhwan itu kan lelaki, dan kamu, akhwat…’’ jawab Reza santai sambil tersenyum manis.
Dika menarik nafas panjang. Sesekali merenggangkan kakinya yang pegal.
‘’Aku bukan akhwat, za..akhwat itu ya Rifka..’’ jawab Dika pelan.
Kali ini Reza tidak tersenyum. Wajahnya biasa.
‘’Rifka memang akhwat, dan kamu juga akhwat…’’ jawab Reza lembut dan hangat.
Reza tidak pernah berkata keras dan kasar terhadap Dika.
‘’Tapi aku ga berjilbab, ga alim kayak Rifka..’’ balas Dika yang ucapannya semakin lembut.
Kembali Reza tersenyum.
‘’Nanti juga kamu akan berjilbab…’’ ucap Reza lembut.
Dika melihat kearah Reza yang tersenyum hangat padanya.
Dika tak percaya atas apa yang baru didengarnya tadi. Sebegitu yakinnya Reza terhadap perubahan yang akan terjadi pada dirinya.
‘’Dan kamu akan menjadi bidadari sholehah, seperti namamu..’’ ucap Reza. Namun hanya dalam hati.
‘’Aku tidak akan memaksamu untuk berubah sekarang atau saat ini. Aku menghargaimu apa adanya, Huuri. Jadilah saja dirimu, sebaik-baik daripada dirimu sendiri…’’ Reza mengutip kata-kata Taufik ismail.
‘’Rifka ya Rifka, kamu ya kamu. Setiap manusia itu special. Dan, setiap wanita itu juga special. Wanita muslim, dialah akhwat..’’ ucap Reza bijak sambil menatap kea rah lapangan sambil tersenyum.
Dika sangat nyaman mendengar kata-kata Reza. Reza memang sangat baik. Tidak pernah menyakitinya, malah Dika merasa, dialah yang sering menyakiti Reza dengan sikapnya.
‘’Sejak pertama ketemu kamu, aku yakin, kalo kamu, cewek baik-baik..’’ ucap Reza kemudian.
Dika tersentak. Dia tidak pernah mendengar pengakuan Reza seperti ini.
‘’Sama..’’ balas Dika pelan.
‘’Jadi, kalo kamu bilang, aku ikhwan, kamu ya akhwat.’’ Reza berkata sambil tersenyum hangat ke Dika.
Dika diam. Tidak mampu membalas senyuman Reza. Reza maklum.
Dika masih belum siap menerima gelar ‘’akhwat ‘’ itu.
‘’Kelak kamu siap..’’ sambung Reza yang sepertinya mampu membaca pikirannya.
Dika lagi-lagi terkejut. Sore ini, banyak kejutan yang terjadi pada Reza dan Dika.
“ya…InsyaAllah…’’ jawab Dika pelan.
Reza tersenyum bahagia mendengar kata-kata Dika.

………..

                Minggu depan adalah acara perpisahan dan syukuran di sekolah Dika dan Reza. Panggung megah sudah dipersiapkan sekolah sebagai hadiah dari kelulusan murid-muridnya. Juga berbagai acara sudah dipersiapkan matang oleh panitia. Ya, mungkin akan menjadi acara spektakuler untuk perpisahan anak kelas 3.
Konsep acara adalah acara topeng. Jadi setiap yang datang harus memakai topeng. Topeng sudah dipersiapkan oleh panitia.

                Dika ingin merubah penampilannya.
Ia pergi ke salon dan memotong rambut panjangnya dengan potongan shaggy sebahu, dengan poni sasak. Wajahnya yang dulu dengan rambut panjang sepunggung terlihat manis dan imut, dan penampilannya yang sekarang membuat dia terlihat lebih dewasa dan makin manis. Bagaimanapun, Dika akan tetap terlihat cantik.
Dika melihat gaya barunya di depan cermin salon. Lumayan keren, pikirnya. Dia pulang.
                Acara perpisahan sekolah berlangsung.
Semua yang hadir terlihat begitu special dengan kostum andalannya masing-masing. Ada yang memakai gaun, jas, kemeja biasa, bahkan ada yang pakai kostum kartun, dll.
Dika memakai rok jeans panjang, yang dipadukan dengan kaos  putih yang dilapisi kemejakotak-kotak biru lengan panjang yang digulung sesiku. Pakai sepatu kets putih dan topi. Dia terlihat sangat keren dan sporty. Wajah putih manisnya, cocok dengan segala kostum yang dipakainya. Dika tidak suka berlebihan memakai pakaian seperti yang dipakai teman-teman wanitanya.
Ada yang memakai gaun, dress. Tapi untuk dress selutut bolehlah, pikirnya. Dengan wajah dipenuhi make up. Dika hanya merias wajahnya secara natural, tidak norak. Gayanya terlihat santai.
                Dan kostum yang dipakai Reza adalah celana jeans panjang dan tidak ketat, baju kemeja panjang yang juga digulung sampai siku. Sepatu sport menambah kesan keren pada diri Reza. Reza terlihat sangat keren dan manis dengan pakaian santainya.


                Di pintu ruangan terpasang berbagai hiasan bunga menambah kemeriahan acara.
Di luar gedung, banyak papan bunga berderetan.
Semua hadirin masuk satu per satu dengan topeng yang dipakai masing-masing.
Dika datang sendiri. Yang lain melihatnya dengan pesona yang dipancarkan Dika. Padahal Dika berdandan biasa saja.
‘’Tuh cewek, udah cantik, pinter, tajir lagi..’’ bisik salah satu anak laki-laki kelas lain kepada temannya.
‘’Udah punya pacar blum ya? Gua mau ah..’’ sambung yang lain.
‘’Bego lo! Dia udah ada yang punya..’’ sambung yang lain.
‘’Ha? Sapa??’’
‘’Si Reza..’’
‘’Busset  dah..Reza saingannya ya jelas lo kalah..Udah pinter, kaya, ganteng lagi. Jauh sama lo…’’ ejek yang lain.
‘’Hahahahahahahahahahah’’ Mereka menertawakan diri mereka sendiri.
Dika melihat sekeliling.
‘’Rame banget..Reza mana ya?’’ Dia sibuk celingak-celinguk mencari Reza.
Disaat Dika sibuk mencari-cari, seseorang memanggilnya,
‘’Huuri!’’
Dika melihat kebelakang.
Seorang gadis bergamis merah maroon dengan jilbab panjang yang dimodofikasi dengan warna emas namun tetap terlihat syar’I dengan make up yang juga natural, tersenyum padanya. Anggun sekali.
Dika terpaku melihatnya.
“Cantik banget…’’ ucapnya dalam hati.
‘’Ri-Rifka..’’ sahutnya pelan.
‘’Hai, kamu cantik banget, Huuri..’’ ucap Rifka tersenyum manis.
‘’O-eh,, iya, makasih, panggil aku Dika aja ya..’’ ucap Dika sambil tersenyum santai.
‘’Oh, Huuri itu artinya bidadari loh..cocok untuk kamu..’’ sambung Rifka.
Dika terasa sedikit gondok namun tetap santai.
‘’Iya, tapi aku lebih suka dipanggil Dika..’’ ucapnya santai namun menegaskan.
Rifka merasakan suasana menjadi kurang nyaman, maka ia memilih tidak memperpanjang masalah.
‘’Oh, ya Reza mana?’’ tanya Rifka.
Dika kembali sensi, namun mencoba lagi-lagi tetap santai.
Dia menarik nafas.
‘’Gak tau juga sih, aku dari tadi juga nyari..’’ Ucapnya sambil celingak celinguk mencari lelaki yang membuat hatinya berdebar itu.
‘’Ooh,..’’ ucap Rifka senyum.

‘’Dika!’’
Seseorang memanggilnya dari kejauhan.
Dika melihat orang itu dan terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Itu…mantan pacarnya waktu SMP.
Dika terpaku dan terdiam melihat cowok proporsional, manis dan keren itu ada disini.
‘’Ga-galih?’’ Panggilnya pelan.
‘’Masih ingat aku? Kamu masih tetep cantik aja ya..’’ ucap Galih.
Bersamanya ada seorang wanita.
‘’Kenalkan, ini, tunangan aku..’’ Galih memperkenalkan wanita yang ada disampingnya.
‘’Hai, aku Chika..’’ gadis iitu menjulurkan tangannya lembut ke Dika sambil tersenyum manis.
Potongan rambut sebahu yang di keriting sosis, dengan poni menyamping dan make up natural, menambah kesan imut dan good looking untuk gadis itu. Dress pink selutut dan lengan panjang menambah keanggunannya. Cantik seperti Barbie.
‘’Dika..’’ ucap Dika membalas senyuman Chika santai.
‘’Chika’’ ucap Chika kemudian pada Rifka.
‘’Rifka…’’ balas Rifka tersenyum.
‘’Galih, aku ke toilet sebentar ya..’’ ucap Chika sambil tersenyum kepada Dika dan Rifka.
Dika tetap santai dengan kedatangan Galih.
‘’Anak mana?’’ tanya Dika senyum.
‘’Dia kan satu sekolah sama kamu, Ka. Kamu aja yang ga tau, dia tau kamu. Dia sering cerita cewek popular di sekolahnya yang bernama Huuri Fyandika, ya aku taulah..hahahha..’’ ucap Galih tersenyum dan tertawa kecil.
Sebenarnya, Galih juga baik seperti Reza.
Dika tersenyum sambil geleng kepala. Melihat Galih, kenangan dan memorinya akan masa lalu terputar kembali. Dia mencoba menutup mata, telingga bahkan hatinya untuk Galih yang dulu pernah dicintainya.

‘’Assalamu’alaikum..’’
Tiba-tiba seseorang memecah kehangatan perbincangan mereka. Dika melihat dengan raut wajah berseri dengan siapa yang datang.
Ya, bisa ditebak. Reza.
‘’Wa’alaikumsalam…’’ ucap ketiganya serentak.
Dika tersenyum senang melihat kedatangan Reza.
‘’Reza keren banget..’’ ucapnya dalam hati sambil menunjukkan wajah paling berseri.
Begitu juga dengan Rifka. Wajah Rifka memerah dan berseri melihat kedatangan Reza.
Reza melihat dua wanita cantik di hadapannya.
Dia tetap santai, ia terpaku melihat keduanya.
‘’Rifka anggun sekali..’’ ucapnya dalam hati.
Lalu membuang pandangan ke sekeliling.
‘’Udah lama?’’ Tanya Reza.
‘’Lumayan..’’ Dika dan Rifka menjawab serentak.
Dika terkejut. Reza, Rifka dan Galih tertawa. Dika diam. Dia tersenyum kecil.
Reza diam-diam melihat Dika hangat sambil tersenyum kecil.
‘’Kenalkan, Galih..’’ ucap Dika ke Reza.
‘’Reza..’’ ucap Reza mengulurkan tangannya ke Galih.
‘’Galih…’’ ucap Galih tersenyum.
‘’Pacar Dika?’’ tanya Galih bersahabat, tidak ada maksud apa-apa.
Reza terkejut dan diam, namun tetap santai.
‘’Bu-bukan, Cuma..sahabat..’’ ucap Dika sambil melirik ke Reza.
Reza juga melihat Dika dengan santai dan tersenyum biasa.
Jantung Dika berdebar-debar.
Sekarang ini, dia diantara 3 orang yang special. Lelaki yang mulai dicintainya, lelaki yang dulu pernah dicintainya, dan wanita yang membuat hatinya sakit. Ya, diantara ketiganya, Dika berusaha menjaga sikap dan hati.
‘’Oya Dika, kamu nanti lanjut kemana?’’ tanya Galih.
‘’Jurnalistik, Lih. Kamu?’’ tanya Dika.
‘’Aku akuntansi, Ka..’’ jawab Galih senyum.
Dika membalas senyuman Galih hangat. Mereka berbincang akrab, mengenai masalah sekolah, kampus impian, bahkan masa lalu yang sedikit disinggung.
Reza baru pertama kali jumpa Galih. Dika memang pernah menceritakan tentang Galih padanya.
Reza mendengarkan perbincangan mereka yang akrab dan hangat. Penuh canda tawa.
Reza sesekali menelan ludah dan membuang pandangan. Tanpa senyuman, berusaha menata hati.
Rifka melihat wajah Reza. Ia bisa membaca, kalau Reza sedang cemburu, namun berusaha untuk santai. Rifka diam dan menunduk.
‘’Beruntung sekali dia…’’ ucap Rifka dalam hati melihat Dika yang asyik berbicara dengan Galih.
‘’Duduk yuk..’’ Potong Rifka.
‘’Yok..yok..’’ ajak Galih.
‘’Hai…’’ tiba-tiba Chika datang.
‘’Oya, kenalin ini Chika..’’ ucap Galih pada Reza.
‘’Chika…’’ Chika mengulurkan tangan.
‘Reza tidak mengulurkan tangannya.
Ia memasang di depan dada tanda salam,
‘’Reza..’’ Ucapnya senyum.
‘’o-oh..’’ Chika tersenyum maklum dan paham.
Dika duduk bersebelahan dengan Rifka dan Chika. Dan Reza duduk dengan Galih di barisan kedua dibelakang setelah tempat duduk Dika.

Mereka sibuk berbincang dengan segala hal.
Mereka cepat akrab satu sama lain.
Dika melihat Reza dan Galih dibelakang. Dika melihat mereka begitu akrab, entah apa yang dibicarakan.
Reza yang santai dan Galih yang friendly, cocok untuk keduanya.

                ‘’Oke, sekarang penampilan dari salah satu lulusan, donk….’’ Ucap MC di atas panggung.
Daritadi acara memang sudah dimulai. Tarian, nyanyian, nasyid, pembacaan puisi, kata pengantar, kata penyemangat, band, dll.
‘’Siapa yaaaa…..????????? ‘’ Tanya MC dengan gaya alayer.
‘’Hm..Yang namanya dipanggil, maju ya….’’ Ucapnya yang lagi-lagi alay.
‘’Ewmm……..Huuri Fyandika!!!’’

Dika terkejut dan tersentak. Dia menggeleng-geleng kepalanya, sedangkan yang lain mendukung semangat sambil teriak-teriak namanya, ‘’ Dika..dika…dika..!!’’
Reza melihat Dika santai dan diam.
Dika salah tingkah dan bingung apa yang harus dilakukan.
Tiba-tiba Galih bangkit dari tempat duduknya. Reza melihat Galih.
Galih datang menuju kursi Dika dan menarik tangannya.
Reza terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia tersentak. Dadanya berdebar-debar. Ada perasaan sakit menusuk hatinya. Keningnya berkerut, menandakan bahwa ia tidak suka melihat hal itu. Dadanya sesak, namun coba ditahannya. Sesekali ia beristighfar. Ia menunduk dan memejamkan mata sesaat, menarik nafas panjang.

Kini ia melihat Dika dan Galih di atas panggung.
Reza melihat dingin keduanya. Ia mencoba untuk tetap santai dan terus memperhatikan.
Dika melihat Reza dari atas panggung. Perasaan Dika tidak enak. Dia sadar Reza melihat dia dengan sinis, namun mencoba ditutupi dengan kesantaian. Yang lain berteriak-teriak kegirangan kecuali Reza yang diam dengan wajah dinginnya. Reza terlihat begitu cool ketika sedang diam.
Ada perasaan bersalah dalam hati Dika.
..
‘’Oke,,mbak Dika dan Mas Galih..mau bawakin lagu apa??’’ tanya MC tersenyum pada keduanya.
Dika masih dengan kegalauan hatinya.
‘’Lagu apa, Ka?’’ bisik Galih. Sangat dekat.
Reza lagi-lagi menunduk dan membuang muka. Menahan gejolak hatinya.
Dika melihat Reza khawatir dan merasa bersalah.
‘’Hanya memuji, Shanty..’’ ucap Dika cepat.
Sebenarnya ia terkejut dan langsung menarik tangannya ketika Galih menarik lengannya. Galih tidak sadar.
Dika menarik nafas dalam.
Ia melihat Reza yang masih melihatnya dingin dan diam.


Galih bersiap dengan gitarnya dan Dika duduk sambil memegang mic. Dulu, Dika dan Galih 1 band waktu SMP.
Musik akustik dari gitar galih mulai dipetik satu per satu.
‘’Sejenak…aku pun terpana….
Melihat..dia di depanku…
Dia..menjerat hatiku..menatapku…tajamm…
Disini..di dalam dadaku…
Ada getar..luruh tak tersentuh..
Dia,..menjerat hatiku..menatapku..tajam…’’
Dika bernyanyi begitu slow dan indah. Penonton terpukau dengan penampilannya. Suara Dika juga bagus. Sesekali Dika melihat Reza. Terkadang Reza menunduk atau melihatnya biasa.
‘’Kuakui..tubuhku melunglai..
Sempat ku memuji..dalam hatiku…uu..
Jangan pikir..aku kan mencinta..
Ku hanya kagumi..hanya memuji..hiii..’’
Lagu dan gitar akustik yang dibawakan keduanya menyihir semua hadirin yang ada di ruangan.
Terdengar hanya petikan gitar dan suara Dika yang merdu,  membawakan lagu dengan slow.
Sepertinya, lagu itu untuk Reza. Entahlah..

Ho.. ‘’Kuakui..tubuhku melunglai..
Sempat ku memuji..dalam hatiku…uu..
Jangan pikir..aku kan mencinta..
Ku hanya kagumi..hanya memuji..hiii..’’
……
Terima Kasih..
Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan itu.  Para hadirin berteriak dan ada yang bersiul.
Galih tersenyum senang sambil melambaikan tangannya, sementara Dika tersenyum biasa sambil sesekali melihat Reza. Reza sedang menunduk.
Galih dan Dika turun dari panggung.
Orang-orang masih meneriaki mereka atas penampilan spektakuler yang mereka bawakan. Sama seperti waktu zaman SMP dulu, saat mereka jadi bunga panggung di setiap kegiatan dan acara.
..
Galih menghampiri Reza dan Dika duduk di tempat semula sambil melihat Reza. Reza melihat sekilas Dika dan mengucapkan selamat ke Galih. Kemudian Reza diam dan duduk santai.
Hati Dika seperti hancur. Ia dapat merasakan bahwa sahabatnya itu sedang tidak beres.
Dika diam dan ucapan selamat yang dilontarkan orang-orang kepadanya, hanya seperti angin lalu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: