RSS

Dari Mahar jadi Lintang

Tau kan 2 orang dalam judul posting saya kali ini? Bagi yang ga tau, mereka itu dua orang personil Laskar Pelangi. Terus apa hubungannya? ah, mereka cuma kambing hitam aja. Saya ga tau harus membuat judul dari perumpamaan apa.....#galau

Oya, sebelumnya, tulisan kali ini, saya akan sedikit ( banyak ) narsis. Jadi, kalo mau muntah, siapin deh kreseknya. Yah, namanya juga isi hati, harus jujur donk. Dan yang paling penting dari semua hal, ini tuh blog gue, lo mau apa? #pasang lilin

__________________

'' Seperti melihat Mahar Laskar Pelangi...''

Ini cuma postingan aneh tentang kenangan saya aja. Ya, mumpung lagi sedikit waras dan ga konslet, saya mau mencurahkan isi hati. Hiks.

Dulunya, sejak saya bayi, eh enggak denk, sejak saya kecil lah, saya sangat menyukai seni. Mungkin aliran dari bapak saya karena ibu saya buta banget dengan seni. Masak gambar balon aja ga bisa...#sombooooooooooong ><

Mulai dari seni lukis, musik, film, serta beladiri #loh?

Saya suka banget seni lukis dan musik. Jadi, kalo udah ngeliat lukisan, itu gregetan sendiri, sok ngeliatin dan membaca maknanya, padahal dalam hati ngomong, ''ni, berapa ya harga catnya???''

Dan musik, saya lumayan cepat menangkap irama musik. Dari dulu saya memang suka dengerin musik. Universal lah, mulai dari lagu anak-anak, lagu alay, lagu daerah, lagu barat sampe lagu religi, sekali dengar bisa hapal, eh gak juga sih, dua-tiga kali lah. Hahahaha. # apa sih?

Bebas!
Itu yang saya rasakan kalo udah berhubungan dengan dua hal tersebut.
Ceritanya, masa kejayaan saya adalah ketika SMP dan SMA.

Waktu SMP, saya paling nunggu-nunggu pelajaran Bahasa Inggris dan Seni.
Karena, selain suka lukis dan musik, saya juga suka seni peran. Dulu saya pencetus tugas dialog Bahasa Inggris diperanin. Biasanya, cuma berdiri hadap-hadapan and say, ''hei, what's ur name? How are you??''
Makanya, setiap pelajaran Bahasa Inggris, penampilan kelompok saya selalu ditunggu dan berebut sekelompok dengan saya, hahaha.

Dan saya juga ternyata setelah diingat-ingat pingin jadi sutradara, tapi biasa aja, ga menggebu seperti pingin jadi arsitek. Saya suka buat-buat skenario gitu, suka buat cerita. Asik banget deh.

Dan tentu saja pada pelajaran seni, saya jadi tatapan orang-orang sekitar kelas. Gambar saya insyaAllah selalu terbagus, walau terkadang ada juga yang lebih bagus. Namanya narsis, ya terserah donk. Saya senang lah, gambar saya dipuji dan disukai tapi yang ga senangnya, kalo si kawan udah minta gambarin! Itu ga seni banget. Itu kan jadinya karya orang lain, bukan diri sendiri. Pokoknya, yang paling saya kesali, kalo ada tugas menggambar, kawan minta gambari. Ikhlas ga ikhlas deh tu saya lakuin. Tapi kalo diluar itu, untuk pajang-pajangan, no problem. #sangat jujur.

Tidak saya sangka, masa kejayaan berlanjut ke SMA.
Saya tidak sangka, gambaran saya yang menurut saya asal-asalan ( karena galau sumpah, disuruh menggambar bebas, saya ga tau gambar apa ) dinilai luar biasa oleh sang guru. Saya bengonglah, kok bisa sampe segitunya sang bapak menyukai karya saya. Sang bapak bukan orang sembarangan menurut saya. Dia udah sebelas-dua belas sama Deddy Courbuier ( loh? ), maksudnya sama seniman hebat.

''Ini mantep! Dia mengradasi warnanya sehingga blablablabla....''

Dan disetiap minggunya, pujian selalu terngiang di telinga saya, baik dari teman-teman maupun dari sang guru. Ketika pelajaran tentang melukis pake cat, saya juga lagi galau mau lukis apa, sementara teman-teman saya hampir menyiapkan tugas mereka.
Karena galau, saya bawa pulang kanvas kosong itu dan melukis di rumah ( dengan menjiplak dan mengaransemen (?) lukisan yang ada pada piring gelas yang tidak sengaja saya senggol dan jatuh ). Luar biasa, inspirasi itu bisa datang dari mana saja.

Saya menjadi cukup terkenal dengan lukisan dan goresan tangan saya. Tulisan saya juga terkenal bagus, sehingga guru Bahasa Indonesia dulu sangat menyukai tulisan saya dan saya pernah dibayar untuk menuliskan surat permohonan kerja seseorang dan jabatan yang ga pernah lepas dari SD, sekretaris.

Sehingga, teman-teman menilai saya sebagai seorang 'seniman'.
Jadi, setiap ada penilaian tentang seseorang, saya selalu dikategorikan sebagai si tukang gambar, seniman dan si pengkhayal tingkat tinggi.

Pernah, ketika pelajaran, bukan pelajaran sih, bimbingan konseling, sang guru menanyakan kepada kami, siapa teman yang kalian kagumi di kelas ini.

Rata-rata menjawab Izzati yang cerdas Matematika, Fashhan yang cerdas Bahasa Inggris, Harfin yang cool, Uswah yang kritis, Ricky yang luwes dan lain-lain.
Saya sudah siap-siap mengajukan seseorang sebagai orang yang paling saya kagumi di kelas itu dengan sibuk menyusun kata jika giliran saya ditanya.

Ketika seorang teman saya ditanya ( disamarkan aja deh orangnya) , siapa orang yang dikagumi, saya udah nunjuk-nunjuk dan godain Izzati karena si kawan pasti memilih Izzati sebagai idolanya.
Dan yang terjadi, alangkah terkejutnya saya ketika dia dengan gamblang menyebutkan nama saya.
''Sang diah!''
Saya kaget. Bengong. Ga percaya. Masak sih?

''Saya suka dia karena seninya..'' ucapnya yang membuat kelas menjadi ber ciye-ciye ria.
Ga kebetulan, dia cowok.

Speechless, karena saya ga nyangka dia mengagumi saya seperti itu. Saya pikir, seni itu cuma saya dan dunia saya.
Dan dia ngomongnya juga santai banget, tanpa grogi, biasa aja lah, ga lebay, makanya saya terheran-heran. Oh, jadi selama ini dia mengagumi saya? Hahahaha.

Tidak hanya di pelajaran melukis dan menggambar,
ketika pergantian guru dan sang guru kali ini lebih muda dan sepertinya cenderung ke musik karena saya melihat dia asal-asalan membaca makna lukisan kami. Saya tertawa sinis ketika itu dan sempat tidak menyukai beliau karena ke-alayannya, kami mulai bermain dan beralih ke musik.

Jadi, setiap minggunya, kami harus mengaransemen musik yang beliau kasih.
Dan dibagi kelompok.
Saya dulu ngarep banget sekelompok sama seseorang, karena saya suka sama dia.
Eh, ga taunya, dia sekelompok sama orang lain. Kecewa sih, karena kelompok saya waktu itu, pertama kali terdiri dari Retno, Ricky, Sahlaini, Saya, Rani, dan Iwan. Cuma kami yang kelompoknya sesuai urutan absen. Dulu, saya paling males kalo sekelompok dengan Iwan, karena dia ego banget. Jadi, yang lain-lain itu ketutupi oleh seorang Iwan. Saya pasrah.

Tidak disangka, kelompok yang awalnya tidak saya terima ( karena ada Iwan dan saya tidak sekelompok dengan si Mr. X ) menjadi buah bibir sampai di kelas lain karena penampilan kami. Ketika itu, kami memakai konsep ''Mistik'' pake jas hujan dan saya entah kenapa terpikir seperti itu. Ketika saya sampaikan hal itu pada kelompok, awalnya masih bengong-bengong, tapi yang ga saya sangka malah si Iwan yang mendukung habis-habisan ide saya. Saya makin semangat.
Ya, harus diakui, latihan kami sangat ekstra, sampai malam-malam. Jadi saya rasa wajar jika yang kami terima, sesuai dengan usaha kami untuk ngasi yang terbaik.

Dan setiap minggunya, kami selalu bersaing tuh per kelompok untuk memberikan musik yang terbaik.
Saya dulu obsesi banget dengan 'kemistikan..'

Ketika kami ingin membuat butah ( yang sampe sekarang ga jadi ), kami ada penilaian masing-masing tentang kami. Berhubung saya panitia butah, saya mengumpulkan semua penilaian orang per orang itu. Tentunya saya baca donk satu per satu.
Rata-rata menilai saya sebagai seorang 'seni', 'tukang gambar' dan sespesiesnya lah.
Mata saya tertuju pada satu tulisan,

''otak kanannya udah lebih gede dari bumi!''

Saya biasa aja awalnya, tapi ternyata, sekarang, saya suka tulisan itu.
Pernah juga teman saya secara diam-diam menilai saya dan dikatakan secara langsung kepada saya.

''Diah, diah itu orang gila. Setiap pelajaran seni, selalu berbau mistik, udah terlabel di dirimu..''

''Saya ngeliat Diah, kayak ngeliat Mahar Laskar Pelangi..!''
( Ini membuat saya terbang, bukan karena pujiannya, eh karena pujiannya juga sih, maksudnya, karena saya disetarakan dengan Mahar, lelaki yang ketika itu paling saya cintai ).

''Lihat ni lukisan Diah, keren kan..''
( ini, diucapkan oleh seseorang itu, yang membuat saya kesemsem karena dapat pujian dari orang spesial ketika itu ).

Dan banyak lagi.
Dulu saya kurang ngeh dengan 'kehebatan' saya di seni lukis dan musik.
Untuk nyanyi, aduh ampuuuun...saya grogi banget, suara saya anchur..
Saya dulu bego' banget Matematika, Fisika. Malu sih, karena memang bego banget. Ga tau apa-apa. Hiks.
Jadi, pelajaran paling ancur ya, MM dan Fisika. Hahahaha.

....................

Semua jubah tentang 'seni' itu, saya lepaskan satu persatu ketika memasuki dunia kampus.
Pikiran saya yang enjoy dan pebuh khayalan, mulai sedikit berat dan realistis.
Saya merasa terkungkung dan terpenjara. Tapi saya ga tau oleh apa? Mungkin oleh ketakutan sendiri.

Selama 2 tahun di kampus, saya selalu mendapat IP yang baik bahkan terbaik di letting saya. Di kampus, memang tidak ada pelajaran seni. Kalo mau gabung, ikut UKM.
Itu membuat pikiran saya semakin realistis dan monoton. Saya menjadi seorang pembelajar dan 'bermain' di kelas. Lingkungan juga mendukung dan memaksa saya harus menjadi 'bisa' di pelajaran yang dulunya tidak saya suka.
Dan sangat menusuk, ketika seorang dosen membanggakan saya di hadapan mahasiswa baru ( ketika itu pelajaran MM ),
''Kak Diah ini, pintar sekali Matematika. Bahkan nilai dia selalu A untuk mata kuliah Matematika''.
Mata mereka berbinar, tepuk tangan, senyum...bangga.
Saya senyum kecut.
Beda halnya melakukan sesuatu, karena rela, karena cinta dan karena terpaksa. Hasilnya juga beda.
Saya juga mendapat pujian dari dosen Fisika yang menyukai hasil saya. Sehingga membuat saya cukup di kenal di kalangan dosen dan mahasiswa THP.

Dan barusan saya membaca blog seseorang dan dia menilai tentang orang per orang disana.
Dan ada nama saya,
'' Sang Diah Pitaloka, dia orang yang haus ilmu, selalu mencari tahu jawaban dari suatu hal..''
itu mungkin universal, bisa diterima.

Saya miris ketika saya jadi 'rebutan' untuk sesuatu yang berbau pengetahuan dasar.
Saya disuruh dosen ikut lomba menghitung, disuruh ikut lomba karya tulis, disuruh ikut seminar, dll. Membayangkan saya ikut lomba karya tulis tu kayak pelukis Affandi beralih jadi bussinessman. Terus saya harus teriak WOW gitu?
Kenapa ga ada yang nyuruh saya ikut lomba band, musikalisasi, atau yang lain ( gila ).

Saya juga pernah mendapat pujian serta hinaan dari para mahasiswa.
Bentuk pujian,
'' Ini, cewek paling pintar..''
'' IP dia tinggi, pintar kali pun anaknya''
''Kamu itu pintar, pande, ga kayak saya..''
''Iyala yang orang pinter tu..''

Saya suka senyum aja kalo digodai kayak gitu.

Malah, ketika nilai saya anjlok karena sesuatu hal, seseorang berkata,
''jadi ini, yang katanya mahasiswa terpintar di THP 2010?''
Itu kata kakak letting loh.
Heran deh, kok sibuk ngurusi saya sih? Ckckck.

'' Dia pintar, tapi sombong banget!!''
''Sepele anaknya..''

Ah, ga kenal aja pun..hahaha.
dan saya senang sekali jika ada orang yang ada 'radar' seninya. ^^

______________________________________

Ya, mungkin seperti itulah peralihan dari seseorang yang dulu dianggap Mahar menjadi Lintang.
Semoga apapun itu, tetap memberikan manfaat baik diri saya, dan untuk orang lain.
And, still be your self!

''Jika ingin memuji sesuatu, pujilah Allah..
jika ingin menghina sesuatu, hinalah diri sendiri..'' ( Umar ra ).


@diyasang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

rahmat hidayat mengatakan...

Diyah? :-) tulisannya smakin matrap.. hehe :D oya, tukerin link yuk?:-) klo R d wordpress.
http://homehay.wordpress.com/

Dhy mengatakan...

cuma ada ini bang..hehehe

Dhy mengatakan...

oya, makasih bg.