Now playing : When the Love Falls – Yiruma (
Instrument ).
Terkadang,
rasanya aku ingin sekali kehidupan ini, serasa cerita dalam novel khayalan. Sehari
aja. Pertemuan mengejutkan, hingga ending yang membahagiakan.
Saat lagi bahagia, lagi senang, ada seseorang atau
bahkan beberapa orang yang ikut merasakan dan ikut serta dalam kebahagiaan.
Saat sedih melanda, kecewa, marah bahkan hampir putus asa, dia juga mereka
tetap ada. Aku selalu berkhayal memiliki seorang yang sempurna. Ya, hanya
khayalan.
Aku
mungkin bukan termasuk orang yang pandai menunjukkan ekspresi. Terkadang,
terlalu banyak tingkah. Ketika lagi sendiri, aku berharap ada seorang saja yang
menemani. Aku selau berdoa pada Tuhan, untuk meminta, tidak banyak, hanya
seorang. Seorang yang dengan dia, aku dapat melihat dunia. Cukup seorang, jika
itu memang memungkinkan.
Mungkin
aku termasuk orang yang cukup berani walaupun cukup takut juga.
Aku pernah berani membela seorang teman ketika ia
beradu pendapat dengan seorang guru hingga suasana panas. Aku pernah membela
seorang teman, ketika ia hampir dikeluarkan dari kelas karena telat. Ketika aku
disudutkan oleh seorang guru dan dijatuhkan oleh seorang teman, aku tidak
pernah melihat keberanian seorang, untuk membelaku, sama seperti aku membela
mereka. Terkadang aku menyesalkan hal ini.
Aku
pernah memberikan kejutan kepada seorang teman, sampai tak terlupakan baginya.
Aku pernah menghibur seorang teman, hingga tertawa, bahkan sampai menangis. Ketika
suatu hari kebahagiaanku, aku berharap mendapatkan sesuatu yang tak terlupakan,
tapi belum kulihat. Mungkin lagi-lagi, aku belum ikhlas.
Aku
pernah menyemangati seorang teman untuk meraih impiannya. Aku pernah mendukung
mati-matian untuk cita-citanya, walaupun terkadang menyesakkan. Namanya
manusia, ada rasa cemburu. Namun kubuang semua rasa, untuk memberikan sebuah
semangat utuh. Ketika aku sibuk mengikuti sesuatu, atau aku sedang semangat
akan sesuatu, tak pernah kudapati respon ‘gila’ atau support menggebu-gebu.
Bahkan sedikit saja ekspresi mengejutkan yang membuat senyum tak terlepas.
Mestikah aku sendiri yang melakukannya untuk diriku?
Aku
tau, aku sedikit cuek, dan sulit untuk mencintai. Aku sadar, banyak sekali
mereka yang begitu sayang padaku. Namun lagi-lagi aku tidak dapat melihatnya malahan
mengecewakan mereka. Dia, yang katanya sangat menyayangiku, terlalu manja dan
egois, sehingga aku harus selalu memberikan perhatian padanya. Bagaimana bisa?.
Lalu, Dia, yang mengaku menyayangi dan beruntung berjumpa denganku, malah tak
jarang menorehkan luka dengan keegoannya. Aku merasa, sedikit ada
ketidaktulusan. Mungkin itu yang menyebabkan aku seperti ini. Makanya, aku
sangat luluh pada orang yang baik, terutama baik padaku. Biasalah, batu yang
keras akan hancur juga oleh tetesan lembut air.
Tidak
selamanya juga aku mengeluhkan keadaan kecil seperti itu, semua diciptakan berpasang-pasangan.
Aku juga menyadari ada beberapa keistimewaan yang pernah kujumpai.
Ada
seseorang, adik kelas memang, sejak awal jumpa, dia begitu santun dan sopan.
Begitu menenangkan dan meluluhkan. Dari semua adik kelasku, mungkin dialah yang
mampu membuatku melting alias
meleleh. Aku terkenal cuek dan arogan di mata adik letting, dan sedikit ketus
ketika menjelaskan materi. Ketika giliran dia bertanya, aku tidak dapat
memungkiri hati, bahwa aku luluh dengan kesopanan dan penghormatannya untukku
walau terkadang mencoba bersikap tegas dan sama rata dengan yang lain. Begitu
santun dan terjaga sikap dan ucapannya. Aku pernah memintanya menghadiri sebuah
rapat yang ketika itu dia mengatakan sedang di rumah dan belum bersiap. Memang
aku dadakan memberitahunya, dan cuma dia yang kuberitahu. Tanpa banyak alasan
dan mikir panjang, dia menjawab dengan sopan, ‘’ya, kak..tunggu saya..’’. Ya,
mungkin, karena kulihat yang lain tidak seperti dia. Dia istimewa di mataku
sampai sekarang, semoga.
Ada,
ada seorang yang mengaku menyayangiku, bahkan sampai menangis mengatakannya.
Dia selalu mengalah untukku, melayaniku dengan ketulusannya, menghormati diriku
bahkan keluargaku, menyanjung dan menasehatiku, dan dia begitu cinta sehingga
membuat dia takut kehilanganku.
Dia pernah tidak sengaja membuat nilai ujianku
berkurang karena protesnya pada seorang guru ( tanpa maksud mengurangi nilaiku
). Aku kesal. Dan dia minta maaf. Tidak pernah kutemukan seorang yang meminta
maaf secara tulus sampai menangis dan merengek. Aku mengira awalnya, ia terlalu
berlebihan, namun kurasa, ia begitu tulus menyayangiku, mungkin sampai detik
ini.
Oya,
aku juga pernah mempunyai seseorang yang begitu tulus padaku. Tidak
mengharapkan apa-apa, hanya ingin berteman dan lebih dekat denganku. Akupun
merasakan hal yang sama untuknya. Dia selalu mendukungku, walau tidak secara
nyata, hanya bisikan dan kerlipan mata dengan senyuman. Dari dalam. Disaat
semua orang malah melihatku sinis dan meremehkan, dialah satu-satunya orang
yang senantiasa mendukung dan menutupkan telingaku akan kata-kata bodoh orang
lain. Malahan dia pernah mengatakan bahwa aku adalah seorang perintis.
Dia selalu memberikan nasihat dan kami selalu bertukar pikiran dengan cara yang
baik. Entah mengapa, dekat dengannya, aku luluh, tidak seperti biasa, yang
arogan dan cuek. Aku begitu menghormatinya. Pernah, ia melakukan sesuatu yang
luar biasa, walau kelihatannya biasa. Kami duduk sebangku, dan ketika itu, aku sedang
pusing dan ingin rasanya pergi untuk beristirahat di uks, dan juga alasan itu
kupakai karena aku belum menuntaskan tugas yang sebentar lagi akan dikumpul.
Ketika itu, guru juga tidak berada di ruangan. Dan dengan kemalasan yang luar
biasa, aku benar-benar bertekad untuk keluar dari kelas dan beristirahat tenang
di uks dengan alasan sakit kepala.
Ucapannya membuatku untuk berpikir seribu kali. ‘’Tolong, jangan tinggalkan aku disini. Biar tugasmu, aku yang buat, aku
yang tulis, kamu ga usah belajar, ga usah buat tugas, biar semua, aku yang
kerjakan, asal kamu tetap disini…kamu istirahat disini aja…’’
Rasanya aku mau menangis ketika itu. Melihat
ketulusannya seperti itu. Aku terdiam dan sakit di kepalau mulai berkurang. Aku
tersenyum kecil, dan langsung mengambil kembali buku tugasku.
‘’Aku
sudah sembuh…’’
Jika
diingat-ingat, aku juga pernah bertemu dengan orang ‘gila’, kurasa. Aku pernah
berharap bertemu dengan orang ‘gila’ alias nyentrik. Aku bertemu dengannya
ketika pertama masuk kampus. Ingat sekali, pertama kali aku melihatnya, aku
menilai nya sebagai seorang yang nyentrik dan keren. Dia menggantungkan headset
di telinga dengan santainya padahal lagi sesi pertemuan dengan kakak-abang
letting. Dan kuingat pertama kali aku tau namanya dan dia menyebut namaku,
ketika perkenalan anak baru, kakak dan abang letting memintanya menyebutkan
namaku dalam waktu 10 detik, padahal ketika itu, kami duduk saling berjauhan
dan belum pernah berkenalan sebelumnya. Dia keliru menyebutkan namaku, namun
tak masalah. Bagaimanapun juga, dia tetap dapat hukuman ‘’nyanyi’’ dari seorang
abang letting. Aku rasa, selama aku menjadi mahasiswa baru ketika itu, dia
orang teraneh dan tergila yang pernah kujumpai. Sangat usil namun baik
sebenarnya. Tidak jarang ia selalu membuatku jengkel dan kesal bahkan marah.
Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya, apakah dia tertarik denganku atau
memang usil?
Pernah, di dalam sebuah lab. Biologi, kami sedang
praktikum tentang bunga. Dan ketika itu ia usil dengan datang ke tempat dudukku
sambil membawa setangkai bunga ditangannya. Dan berkata yang membuatku
terkejut, heran dan menggelengkan kepala lucu, ‘’dyah..terimalah bunga dariku..sebagai rasa cinta padamu..uhibbuki
dyah..uhibbuki..’’ ucapnya dengan suara khas dan logat lucunya. Wajah tanpa
ekspresi dan senyum ngembang serta sikap lucu membuatku hanya menjawab. ‘’apaan sih? Ya,ya uhibbuka aidhan..sana..sana..!’’
usirku polos sambil menggelengkan kepala. Aku hanya menganggap dia memang
sangat usil dan jahil. Aku tidak tau entah itu benar atau bercanda, atau
kebenaran yang ditutupi dengan kebercandaan agar tidak nampak ketahuan? Aku tidak sengaja mendengar pembicaraannya
dengan seorang teman—ketika itu, dia duduk di belakangku--, ‘’ aku ingin sekali mengatakan cinta
padanya..’’. Ucapnya. Dan teman itu menjawab, ‘’bilanglah, kalo kau berani!’’. Dimatanya, aku adalah cewek yang
pintar, berani, dan alim. Itu yang pernah dikatakannya. Dia mungkin tidak
begitu istimewa bagi yang lain, tapi bagiku, dia sangat istimewa walau aku tak
pernah mengatakan dan dia tidak pernah mengetahuinya. Lagi-lagi aku hanya
menggelengkan kepala jika harus mengingatnya.
Setiap
harinya, hari-hariku selalu dihantui dengan keusilannya. Setiap bertemu
menegur, setiap masuk kelas, ingin selalu duduk disampingku ( ya, aku tau
alasannya, dia hanya ingin mencontek ) dan kami pernah kena tegur seorang dosen
ketika duduk kami sangat dekat. Aku sadar, dia orang yang tulus memujiku ketika
nilaiku tertinggi di kelas matematika. Ketika itu aku hanya tersenyum sinis dan
kecil. Dia juga orang yang selalu ingat kata-kataku ketika aku dijatuhkan
mental oleh seorang dosen karena pertanyaan, ‘’ buk, apakah sperma binatang bisa masuk ke dalam rahim manusia?’’
tanyaku ingin tahu. Namun ditanggapi dengan kasar dan emosi, ‘’gila kamu! Memangnya mau kamu anak kamu
binatang?’’. Aku terkejut mendengar jawaban dari seorang yang seharusnya
cerdas sebagai seorang dosen. Dan aku baru sadar, tidak semua dosen itu,
cerdas. Teman-temanku tertawa. Aku yang ketika itu juga lagi sensitive, merasa
sangat malu karena dihina mentah-mentah. Aku diam. Menahan geram. Lalu
kukatakan pada semua, ‘’silahkan kalian
tertawa, kelak aku yang akan menertawakan kalian.’’. Gantian, mereka yang
diam. Dan bahkan, dia terus mengejarku untuk minta maaf karena ikut menertawai
dan ketika keluar dari ruangan, aku tidak tahan dan menangis. Dia terus
mengejarku sampai waktu seminggu, untuk mendengar ucapan, ‘’iya, sudah kumaafkan..’’ dariku sampai aku kesal sendiri karena
diteror terus. Aku tentu memaafkannya. Dia pantas mendapatkannya. Tidak yang
lain. DIALAH SATU-SATUNYA.
Dan tak kusangka, ketika bahkan aku sudah lupa
dengan kata-kata itu, dia satu-satunya orang yang dengan lancar mengulang
kembali kalimat itu dengan gayanya yang membuatku berdecak kagum dan tetap
menggelengkan kepala ketika seseorang menertawakan ideku ( ya, ketika itu, aku
juga ikut tertawa sih, lagi ga sensi ). Setiap masuk ke kelas gabungan ( mata
kuliah umum ), dia selalu memanggilku untuk duduk di dekatnya, padahal aku baru
aja nongol di depan pintu. Dia juga yang ga segan-segan mengatakan, ‘’dyah pelit!’’ ketika aku tidak
memberikan jawaban ketika ujian. Dan berani mengusir seorang teman dekatku (
mungkin dia cemburu kali ya ) ketika aku sedang berbincang dengan temanku itu. ‘’Hei, jangan suka FBan sama dyah ya. Jangan
kamu dekat-dekat dengan dyah..dyah tu punyaku!’’ ucapnya polos-lucu. Aku
terkejut. ‘’Apaan sih? Suka-suka aku
donk..’’
‘’Tapi aku ga
suka dyah..’’. Ucapnya serius. Aku tertawa. Dasar gila. Dia memang menarik.
Jujur, dari segi penampilan dia sebenarnya cukup keren dan cool. Anaknya juga
manis. Cuma ya, kekanak-kanakannya itu..
Aku marah? Anehnya aku ga pernah marah serius. Karena
kulihat, dia begitu polos dan tulus. Bukan dibuat-buat atau di lebaykan.
Mungkin lebay, tapi natural. Sejujurnya, aku dapat membaca dan membedakan, mana
yang tulus, mana yang berlebihan dan dibungkus dengan menjadi orang lain.
Mungkin dia berlebihan, tapi kepolosannya membuatku terhibur dan lucu. Bukan
yang sok dijaga atau tidak menjadi diri sendiri.
Setiap hari, tiada hari tanpa sekedar menegur
namaku. Bahkan ketika terakhir kali aku berjumpa dengannya, dia melihat
perbedaan dariku dan serius menanyakan keadaanku.
Kenapa aku menuliskannya sepanjang ini ? Sejujurnya,
dari dulu aku ingin menuliskan tentangnya, hanya saja aku tidak tahu harus
mulai darimana. Ini kesempatannya. Aku hanya tidak menyangka, seseorang yang
sangat mengesalkan, membuat jengkel dan terkadang marah itu, malah kurindukan.
Ya, aku merindukannya sejak ia memutuskan pindah tempat kuliah. Merindukan
sosoknya, karena kulihat, setelah kepindahannya, tidak ada seorang
penggantinya. Bahkan sampai sekarang tidak kutemukan duplikatnya.
Yang
tidak habis pikir, mengapa ketika aku mendapatkan mereka diatas, mereka begitu
cepat pergi meninggalkan kenangan yang sebentar untukku. Dia yang pertama, yang
begitu tulus, kami harus terpisah provinsi. Dia yang kedua, memiliki 2 teman
lain yang duluan dekat dan sayang padanya, sehingga mereka pernah cemburu
kepadaku. Dan dia yang terakhir, hanya beberapa bulan. Ya, Inilah rahasia.
***
Lantas,
mengapa di novel? Karena aku menyadari, bahwa kehidupan cinta dan persahabatan
dalam sebuah novel, begitu sempurna. Dan aku harus sadar, bahwa itu lagi-lagi,
hanya novel.
Aku
mungkin bukan orang yang bisa terbuka. Tapi sesekali, rasanya aku ingin sekali
menangis di hadapan seorang, menumpahkan segala beban di pikiran dan hatiku.
Ingin sekali ada seorang yang berani menyeka air mata dan menanyakan kebaikan
padaku, walau aku bersikap kasar. Belum kutemukan seorang yang berani itu.
Bahkan dalam kesalahanku, masih saja diam. Mana yang katanya menyayangiku?
Menegurku saja tidak berani. Seharusnya siap, jika aku harus membenci untuk
beberapa saat. Aku tau, mana yang menjatuhkan dan mana yang memuliakan. Aku tau
mana yang menegur sayang, mana yang menegur untuk mempermalukan. Karena,
sahabat itu, menampar dari depan, bukan menusuk dari belakang.
Ketika
sendiri, aku ingin sekali ada seorang yang tulus menanyakan keadaan tanpa
memikirkan hal-hal lain. Mungkin aku terlalu sibuk dengan kesendirian dan
duniaku.
Ya sudah tidak apa-apa. Karena, sahabat untuk memberi
sulit dicari dan sahabat untuk diberi, bertebaran di bumi..Terima kasih
Allah..:*
@diyasang
1 komentar:
:)
Posting Komentar