Cerbung by : Diyasang
Aku bukan Akhwat…!!
…
Gadis berkucir yang selalu menjadi gayanya sehari-hari itu menendang-nendang bantal yang sengaja ia gantung di dalam kamarnya. ‘’Aaaagh! Iyaaaagh! Aaaaggh!!’’ Teriaknya.
Kelihatannya ia begitu kesal dan marah dengan apa yang baru terjadi.
Hurri Fiandika nama yang tertulis di seragam sekolahnya. Dika, panggilan yang selalu diucapkan orang-orang untuknya. Terdengar seperti nama lelaki, tapi itu tidak masalah baginya. Ia lebih suka dipanggil Dika, daripada Huuri yang padahal artinya adalah bidadari.
‘’Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaghh!’’ Teriak Dika pada tendangan terakhir yang sangat kuat, menyebabkan bantal guling keras yang digantungnya tadi, terlepas dari gantungan.
Dika terduduk lemas dan meneguk air dari botol minum ungu kesayangannya. Hadiah dari seseorang yang begitu special baginya.
Dika adalah seorang siswi kelas 3 di sebuah SMA favorit di kotanya. Itu artinya, sebentar lagi, ia akan melaksanakan UAN untuk syarat kelulusan.
Dika juga salah satu anggota dari organisasi beladiri di sekolahnya. Sudah 3 tahun ia mempelajari teknik beladiri. Ujian 3 bulan kedepan adalah ujian untuk mendapatkan sabuk hitam impiannya.
…
Dika anak yang manis, putih, dan cerdas. Ia juga berasal dari keluarga yang berada. Papanya adalah seorang kepala di kantor keuangan dan mamanya adalah seorang dokter.
Dika mempunyai seorang kakak yang juga cantik dan feminin. Nina, kakaknya sekarang sedang nyantri di sebuah pondok pesantren untuk mempelajari Al Quran.
Berbeda dengan Nina, Dika sedikit tomboy dan Nina begitu feminine. Sudah 4 tahun Nina menuntut ilmu di pondok pesantren dan 3 bulan lagi, ia akan liburan dan pulang ke rumah.
…
Di sekolah, Dika termasuk anak yang popular. Hampir semua guru dan siswa mengenalnya sebagai siswa berprestasi karena sering memenangkan lomba cerdas cermat. Dia juga dikenal sebagai cewek manis yang jago berantem. Maksudnya, beladiri.
Farhan Hareza adalah lelaki yang setia menemaninya selama ini. Tidak sebagai pacar, karena Dika bukanlah cewek yang doyan pacaran. Baginya, pacaran adalah hal yang dapat merusak semuanya. Jiwa, uang, pikiran, prestasi dan juga kepercayaan orang tuanya. Ia pernah sekali pacaran dengan teman satu sekolahnya ketika SMP, namun hubungan mereka putus ketika Dika tau ternyata mantannya itu sudah ditunangkan orang tuanya dengan cewek lain. Dia tidak menangis, hanya kecewa, kenapa hal itu harus terjadi. Dan Dika memutuskan untuk tidak berpacaran lagi.
Dika termasuk cewek yang kuat dan jarang menangis.
…
Reza, panggilannya, mengenal Dika sejak pertama kali masuk SMA.
Ketika itu tidak sengaja Dika menyenggol motor Reza ketika hendak memarkir di sebelah motornya. Motor Reza jatuh.
Kaca spion sebelah kiri motor Reza pecah dan Dika sangat memohon maaf atas perbuatannya. Reza hanya tersenyum menandakan ia telah memaafkannya karena ia tau, Dika tidak sengaja.
Dika mengucapkan terima kasih dan tersenyum manis.
‘’Dia pasti orang yang baik..’’ Ucap Dika di dalam hati, penilaian nya pertama kali terhadap Reza yang baru dikenalnya..
…
Di sekolah, Reza juga cukup popular. Ia adalah kapten tim basket di sekolahnya yang juga anggota rohis sekolah sejak beberapa bulan yang lalu. Sudah berulang kali Reza mengajak Dika untuk bergabung di rohis, namun Dika menolak.
‘’Aku belum siap, za, pake jilbab..’’ ucap Dika.
‘’Kamu ga mesti harus pake jilbab dulu, yang penting gabung aja..’’
‘’Ah, segen. Cewek-cewek disana berjilbab semua, udah gitu, besar-besar lagi..’’
‘’Gapapa, Huuri..’’
‘’Dika…!’’ ucap Dika kesal ketika namanya dipanggil Huuri.
‘’Loh, nama kamu kan juga Huuri. Lagian artinya bidadari..ga mau dipanggil bidadari? Hahaha..’’ ucap Reza sambil tertawa.
Dika manyun. Hanya Reza dan hanya boleh Reza, teman yang memanggilnya Huuri dari semua temannya. Dika akan langsung teriak histeris ketika ia dipanggil Huuri. Alasannya ia tidak suka dipanggil Huuri karena nama itu terlalu feminine. Yaila..
Dalam menghadapi Dika yang keras kepala, Reza hanya tersenyum.
Cowok berpostur proporsional, putih dengan alisnya yang tebal menggambarkan wajahnya yang begitu tampan. Ya, Reza memang anak yang tampan. Hampir semua siswi mengaguminya. Reza juga anak yang sabar dan santai. Ia akan sangat marah ketika agama dilecehkan dan orangtuanya di jelekkan.Kalau masalah yang lain, masih bisa dihadapinya dengan santai dan kepala dingin. Memang lelaki yang luar biasa, dan Dika juga mengakuinya, walaupun hanya dalam hati.
…
Dulu, Dika dan Reza begitu dekat. Pulang bareng jalan kaki, karena komplek rumah mereka tidak begitu jauh dari sekolah. Terkadang juga naik bus kalau sudah larut.
Mereka selalu menghabiskan weekend bersama. Jalan ke mall, makan, dan lain-lain.
Reza dan Dika juga duduk bareng di kelas. Mereka sudah sangat dekat bahkan seperti saudara.
Dika sayang pada Reza dan Reza juga sayang pada Dika.
Dulu, setiap minggu, Dika dan Reza selalu makan es krim di mall. Berdua? Ya, hanya berdua. Bagi Dika, Reza seorang sudah memenuhi syarat dalam persahabatan. Reza sudah begitu sempurna di mata Dika.
Itu cerita setahun, dua tahun yang lalu.
..
Reza yang dulu, sedikit lebih ada perubahan dengan Reza yang sekarang. Dulu, setiap bertemu Dika, mereka selalu melakukan tos persahabatan. Sekarang tidak lagi.
‘’kenapa?’’ tanya Dika suatu ketika.
‘’Ternyata kita itu ga’ mahram loh..’’ ucap Reza senyum.
Dika membuang muka dan terus memakan bakso kesukaannya.
‘’Oh..’’ jawabnya singkat.
Reza hanya tersenyum. Ia ingin sekali mengajak Dika bersama-sama merubah diri. Hanya saja, bukan secara langsung. Dia yakin, Dika akan menjadi muslimah yang shalehah kelak.
Reza juga tidak menampakkan bahwa dirinya sekarang adalah anak rohis.
Dika dan Reza sekarang berbeda.
Dika, dengan ketomboyannya sibuk dengan beladirinya dan Reza yang dengan kebijaksanaannya sibuk mengurusi kegiatan rohisnya. Namun, perbedaan mereka bukanlah masalah.
Awalnya Dika juga belum bisa menerima Reza yang sudah berubah, lebih menjaga pergaulan dan diri. Namun, penjelasan Reza yang hangat dan bersahabat, serta tidak melukai hati itu, meluluhkan kerasnya hati Dika.
‘’Iya deh…’’ Jawabn Dika setiap kali ia kalah debat masalah hakekat dengan Reza.
Sebenarnya, Reza dan Dika saling mengagumi.
Dika mengagumi Reza yang baik, bersahabat, dan selalu rendah hati dengan segala kelebihannya.
Begitu juga Reza, yang mengagumi Dika sebagai cewek yang kuat, berani dan optimis. Namun, keduanya tidak pernah mengatakan secara langsung tentang kekaguman mereka. Saling memendam dan menyimpan dalam-dalam.
Tidak ada alasan bagi Reza maupun Dika untuk memutuskan persahabatan mereka. Mereka saling menyayangi dan saling menguatkan. Di sekolah, mereka juga dibilang pasangan serasi,
Dika yang cantik dan pintar dipasangkan dengan Reza yang tampan dan rendah hati. Pasangan yang sangat serasi. Dika dan Reza hanya tersenyum. Bagi Dika, Reza adalah sahabatnya yang paling baik, dan begitu juga dengan Reza.
…
Ketika selesai sahalat zuhur, Dika menemui Reza sambil membawakan roti bakar kesukaan Reza.
‘’hai za!’’ sapa Dika.
‘’Eh, Huuri, assalamualaikum..’’ Ucapnya tersenyum dengan wajah santainya.
Dika terdiam terkejut. Terbengong dan terdiam cukup lama. Bukan karena salam dari Reza. Dia baru sadar hari ini, saat ini dengan apa yang dilihatnya, ia baru tersadar ternyata Reza begitu tampan. Mungkin karena pengaruh air wudhu.
‘’kok bengong? Salam ya dijawab, toh..’’ ucap Reza mengagetkan Dika.
Dika salah tingkah.
‘’e-eh, wa’alaikumsalam..’’ ucapnya terkejut.
Reza tersenyum santai sambil membereskan surat-surat.
‘’kamu udah shalat, Huuri?’’
‘’Aku….aku lagi..’’
‘’Oh.. ya..oke..’’ Reza langsung memotong kata-kata Dika dan dia faham. Dika menarik nafas.
‘’Kamu udah makan, za? Ni aku bawakin roti..’’ tawar Dika sambil menyodorkan sebungkus roti bakar coklat yang hangat.
Reza lagi-lagi tersenyum.
‘’maaf ya Huuri, aku puasa..’’ ucap Reza ga enak.
‘’Puasa?’’ tanya Dika yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Karena ia juga baru sadar bahwa ini hari Kamis. Dan dia tau, Reza sedang puasa sunnah.
Reza tersenyum.
‘’Kamu makan aja, gih rotinya ya, kayaknya kamu lapar banget. Hehehe..’’ ucap Reza sambil tertawa kecil.
Dika diam. Merasa aneh dengan saat ini.
Reza yang aneh atau dia yang aneh.
Dika merasa, ada yang aneh. Tapi apa?
Dika lalu membuka bungkus dan memakan roti ditemani Reza yang sibuk menempelkan info-info di mading mushalla.
‘’Kamu ngapain, za?’’ tanya Dika.
‘’Kamu ngeliatnya ngapain?’’ tanya Reza balik.
‘’Heiih..’’ ucap Dika kesel.
‘’Hhhha, aku lagi mensyiarkan Islam, Huuri. Dengan cara menempel info-info di mading ini..’’ ucap Reza dengan suara santai dan lembut sambil sibuk mengelem dan menempel kertas-kertas itu.
‘’Mau aku bantu?’’ ucap Dika.
‘’Hm…kamu makan aja, lagian udah mau siap juga..’’ ucap Reza sambil menatap Dika sambil tersenyum, sangat manis dan lembut.
DUG!
Dika deg-degan. Roti bakar coklat di mulutnya tidak terasa apa-apa lagi. Jantungnya tiba-tiba berdebar.
Baru kali ini ia merasakan hal seperti ini,bahkan kepada sahabatnya sendiri, Reza.
‘’Ada apa ini..’’ ucap Dika pelan.
‘’Kenapa, Ri?’’ tanya Reza santai yang ternyata mendengar perkataan pelan Dika.
‘’Eh..Jantungku berdebar-debar..’’ ucap Dika bingung sambil terus mengunyah rotinya. Dika memandang lingkungan sekitar, mengalihkan pandangan dan menguasai dirinya bahwa ia berdebar-debar karena Reza.
Reza diam sesaat mendengar jawaban Dika.
‘’Ya, karna kamu lapar…’’ ucap Reza bercanda sambil tetap santai.
‘’Bukan!’’ ucap Dika sambil melihat kearah lapangan yang dipenuhi anak yang bermain basket.
Reza menghentikan sesaat dari kesibukannya menempel kertas. Ia melihat Dika yang sedang memandang permainan basket itu.
Reza tersenyum kecil. Entah apa maksudnya. Dan dia kembali melanjutkan menempel kertas di mading.
……
‘’Assalamu’alaikum..’’
Suara lembut dan halus itu membuat Reza dan Dika melihat berbarengan kearah sumber suara.
Seorang gadis berjilbab, manis dan tersenyum.
‘’Wa’alaikumussalam..’’ ucap Reza santai.
Reza memang anak yang santai, dengan mata sayu yang menambah kesantaiannya.
‘’Wa’alaikumsalam..’’ ucap Dika pelan.
‘’Afwan ya mengganggu. Akhi, bagaimana suratnya, sudah dikirim?’’ tanya gadis itu kepada Reza dengan santun dan lembut.
Namanya Rifka.
‘’Oh..udah ana kirim. Ini mading juga lagi ana tempel..’’ Jawab Reza tersenyum, yang lagi-lagi santai.
‘’Oh, Alhamdulillah, baguslah. Ana hanya mau mengingatkan itu..’’ ucap Rifka tersenyum. Manis sekali. Rifka memiliki mata yang bagus.
Reza membalas dengan senyuman.
‘’Kenalin, ini Huuri..’’ ucap Reza tiba-tiba.
Dika yang sejak tadi memperhatikan mereka berbicara terkejut dan tersenyum salah tingkah ketika Rifka mengulurkan tangannya.
‘’Rifka, 3 IPB 2..’’ perkenalan Rifka.
Rifka anak Ilmu Pengetahuan Bahasa di sekolah mereka.
‘’Eh,,Di, Dika, 3 IPA 1..’’ ucap Dika.
‘’Dika? Terus Huuri?’’ Tanya Rifka bingung sambil menunjuk Reza.
‘’Huuri Fyandika..!’’ ucap Reza dan Dika serentak.
Reza terkejut, begitu juga Dika. Kali ini jantung Dika berdebar dengan kencang lagi.
Rifka tertawa kecil. Reza masih dengan wajah santainya.
‘’Heheheheh. Berarti, kalian sekelas, donk?’’ tanya Rifka
‘’iya..’’ jawan Dika.
HP Rifka tiba-tiba berbunyi. Sepertinya ada sms yang masuk. Rifka membaca sms itu.
‘’Hm…Oh, okelah Dika, akhi. Ana masuk kelas dulu, syukran, assalam’alaikum..’’ pamit Rifka pada Reza dan Dika.
‘’Afwan. Wa’alaikumussalam..’’ Reza membalas senyum Rifka yang manis.
‘’Wa’alaikumussalam..’’ balas Dika dengan senyum terpaksa menutupi debaran hatinya.
Reza melihat Dika yang terus melihat Rifka. Kembali ia tersenyum.
…..
Malam.
Dika terbaring sambil mendengarkan music kesukaannya. Ia masih bingung dengan perasaannya tadi.
‘’Ah, paling efek lagi dapet..’’ pikirnya.
Ia lalu mengambil handphone nya dan mengirim sms ke Reza.
‘’Za, besok kita main basket yok..’’.
SMS terkirim.
‘’Hm..siap jum’at aku ada agenda, ukhti Huuri.’’ Balasnya.
Ukhti? Dika bingung.
‘’Agenda apa? Namaku Dika, Reza!..’’ balasnya.
‘’Persiapan mading dan kajian di sekolah. Huuri lebih cakep untuk nama kamu. Hahaha.’’ balas Reza.
Dika manyun.
‘’Sama Rifka ya?’’
SMS Sending.
Dika kaget dengan apa yang baru diketiknya. Ia panic sendiri.
‘’Aduh..apa-apaan sih ini? Kok aku tulis kayak gini? Nanti Reza mikir aneh-aneh lagi. Pliis jangan terkirim..jangan terkiriiim…pliiiisssss…’’ kata Dika panic sendiri. Dan…
Truut. SMS Delivered.
‘’Yeah…’’ Dika termangu dan mikir akan menjawab apa nanti. Rasanya ia ingin membanting HP mahal nya itu.
Truut..SMS masuk. Dika deg-degan dan membuka perlahan inbox HPnya.
‘’ Iya, sama dia, sama yang lain juga. Kenapa Ri?’’ balas Reza.
Dika berkeringat, padahal kamarnya ber ac. Dengan kesokcoolannya, Dika membalas,
‘’gpp , yaudah la klo gitu..’’
‘’ J maaf ya, ri. Kamu istirahat ya. Assalam’alaikum..’’ balas Reza.
Beberapa bulan ini Reza memang selalu memulai dan mengakhiri sms atau percakapan dengan ucapan salam. Padahal sebelumnya, langsung-langsung dan tidak pernah.
‘’Kumsalam..’’ balas Dika singkat. Lalu tidur sambil headphone tetap terpasang di kepalanya.
Trruuut. SMS masuk ke HP Dika. Dika mengambil HP. Reza?
‘’Ukhti, bukan kumsalam, itu artinya apaan? Hhhe, wa’alaikumsalam ya.. J ‘’
Dika manyun. Agghh! Dengan kesal, Dika mengetik cepat sms ke Reza.
‘’iyalah pak ustad. Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh!’’.
Dika panas. Hatinya jengkel. Entah kenapa. Dia langsung mengambil guling dan tidur.
Dika panas. Hatinya jengkel. Entah kenapa. Dia langsung mengambil guling dan tidur.
Di sana, Reza tersenyum kecut melihat sms balasan Dika.
Dia terus menatap buku berjudul, ‘’wanita wanita istimewa Allah’’ yang tergeletak di meja belajarnya.
Juga sebuah jilbab ungu cantik. Dika menyukai warna ungu. Kedua hadiah itu ingin Reza hadiahkan ke Dika.
‘’Kamu pasti akan jadi muslimah yang anggun, Huuri..’’ lirih Reza pelan.
Kemudian ia pergi ke kamar mandi dan mengambil wudhu.
Lalu membuka lembaran-lembaran suci itu satu per satu. Alunan Al Quran dibacanya begitu indah sebelum ia tidur.
…
Dika berdiri di cermin bersiap-siap untuk ke sekolah. Kali ini, rambut sepunggungnya ia biarkan tergerai, dengan sebuah penjepit rambut ungu di sebelah kanan agak ke belakang. Dengan poni miring sedikit panjang yang menggambarkan keindahan wajahnya. Dika memang sangat cantik.
Dengan memakai sweater ungu kesukaannya, ia berangkat ke sekolah dengan sebelumnya meminta izin kepada seluruh anggota rumah.
Ia mengambil HP dan mengirim sms ke Reza. Ia lupa apa yang telah dilakukannya tadi malam.
‘’za, kmu dmn? Aku tunggu di depan gerbang rumah ya’’
Trruut. Sms masuk.
‘’Aku udah di sekolah, Ri. Maaf ya, aku ga bilang2 dlu..’’
Dika diam. Wajahnya yang awalnya berseri-seri berubah murung. Ia berusaha menenangkan hati. Huh..hah…ia bernafas panjang.
‘’Kok cepat banget? Ini aja baru jam 7.15?’’
‘’Iya, Ri. Aku ada janji sama yang lain untuk datang lebih pagi untk persiapan mading dan kajian nanti sore..’’ balas Reza.
Reza dan Dika memang selalu membalas apa adanya apa yang mereka lakukan. Mereka selalu terbuka satu sama lain. Kecuali memang hal tidak perlu dibicarakan.
‘’Oh..’’ balas Dika cepat.
‘’Maaf ya Huuri..’’ balas Reza.
Dika diam. Hatinya sesak. Pikirannya melayang. Dia sengaja tidak membalas sms Reza, padahal hatinya sangat kacau ketika melakukan itu.
‘’Apa karena Rifka?’’ ujar Dika pelan.
TiiinTiiin.
Suara klakson dari dalam rumahnya mengagetkannya.
‘’Kok belum berangkat, Ka?’’ tanya papanya yang mau berangkat ke kantor.
‘’Ohh,,hhe..Pa, Dika sama papa ya, numpang..’’ jawab Dika cepat.
‘’Yaudah yok..’’
Mobil melaju.
…
Dika berusaha menata hatinya dengan mendengarkan lagu Muse kesukaannya selama di perjalanan.
Sesampai di sekolah, ia masuk gerbang dengan santai. Dan langsung ke kelas.
Ia melihat kursi di sebelahnya hanya ada tas Reza.
‘’Reza dimana ya?’’ Pikirnya.
Ia kemudian keluar kelas dan mencari-cari dari lantai 2 itu.
‘’Di mushalla, mungkin.’’pikir Dika. Dika lalu segera berjalan santai ke mushalla.
Beberapa meter sebelum sampai di mushalla, Dika melihat Reza dan Rifka dari kejauhan berbicara berdua. Akrab sekali.
Tiba-tiba saja Dika merasakan hatinya sangat sakit. Wajahnya berubah curiga dan merengut.
‘’Ternyata benar, gara-gara dia..’’ ucap Dika pelan.
Dia lalu berbalik arah menuju kelas. Hatinya benar-benar sakit. Dika merasakan keanehan yang dirasakannya. Ini baru pertama kali selama di SMA dan itu hanya untuk Reza? Tapi wajar sih, selama ini, Reza tidak pernah meninggalkannya dengan alasan apapun.
Dika duduk di kursi kelasnya sambil lagi-lagi mendengarkan music pakai headset.
Dan 5 menit sebelum masuk, Reza masuk. Dika membuang wajahnya dengan pura-pura tidak melihat.
Reza duduk disebelah Dika.
‘’Eh Huuri, udah nyampe?’’ tanya Reza senyum.
Dika diam sambil terus menggoyangkan kaki kirinya pelan.
Reza juga diam sambil tersenyum kecil.
‘’Tadi kamu pigi naik apa?’’ tanya Reza lembut.
Dika menatap Reza masih dengan kekesalan di hati.
‘’Mobil.’’ Jawabnya singkat.
Reza tersenyum kecut melihat sikap Dika.
Dia tau apa yang terjadi. Dia tau Dika belum menerima perubahan dirinya. Dia tau Dika belum menerima semuanya. Dan saat ini juga dia tau bahwa Dika sedang kesal dengan dirinya. Tapi dia sabar. Mencoba memahami Dika.
Guru masuk dan pelajaran dimulai.
…
‘’Kamu datang ke kajian ntar sore ya, Ri..’’ ajak Reza sambil membereskan peralatan sekolah ketika jam pulang.
‘’Kajian apa?’’ tanya Dika santai tanpa melihat Reza, sibuk membereskan peralatan sekoolahnya juga.
‘’Tentang aurat, Ri. Bagus insyaAllah..’’ jawab Reza lembut.
Dika merasa, Reza sudah sering mempermalukan dia. Entah dengan cara bagaimana. Rasanya akhir-akhir ini Reza menyindir dan menamparnya secara tidak langsung. Dika kembali kesal. Raut wajahnya berubah muram.
‘’Aku capek..’’ jawab Huuri singkat.
‘’Kamu sakit?’’ tanya Reza.
Dika diam. Ia menatap Reza yang menatapnya dengan penuh kasih. Dengan penuh perhatian. Ia bisa membaca dari mata Reza, bahwa Reza begitu khawatir.
‘’Iya!’’ ucap Dika singkat lalu pergi.
Dika berjalan cepat-cepat sambil merasa bersalah apa yang telah dilakukannya pada sahabat yang disayanaginya itu.
‘’kenapa aku seperti ini…..’’ ucap Dika kesal selama berjalan.
Reza hanya diam.
….
Dika tidak berbohong. Dia memang sakit, namun bukan fisiknya, melainkan hatinya. Sakit oleh sikap Reza akhir-akhir ini. Sakit melihat Reza yang lebih memilih Rifka daripada dia. Sakit dengan hari-hari yang indah yang biasa ia lewati dengan Reza kini, sudah jarang lagi. Sakit dengan sikapnya sendiri ke Reza. Pokoknya sakit.
Sesampai di rumah, ia langsung masuk ke kamarnya.
Dia tergeletak di tempat tidur.
….
Hubungan Dika dan Reza akhir-akhir ini merenggang.
Reza sibuk dengan rohisnya dan Dika focus latihan untuk ujian beladirinya.
Mereka jadi jarang mengobrol bareng lagi. Sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Dika masih menyimpan kesal dalam hati untuk Reza. Ia tidak mau ambil pusing.
Reza juga merasakan hubungan mereka jadi renggang. Tapi dia tetap sabar. Semua akan berakhir indah, yakinnya optimis.
Kegiatan yang biasa mereka lakukan bersama-sama sudah jarang terlihat. Jalan bareng, makan bareng, pergi-pulang sekolah bareng, main basket bareng, dll.
Dika menjauhi Reza, padahal ia tau, hatinya sangat tidak ingin kehilangan Reza.
Namun Reza tetap setia mendampinginya, walau ia sadar, Dika menjauhinya perlahan.
Reza semakin kuat pemahamannya dalam pergaulan antar lawan jenis.
Namun belum bagi Dika.
Dan hadiah yang sudah dipersiapkan Reza untuk Dika, sudah terbungkus rapi.
..
3 bulan kemudian,
UAN berlalu dan seluruh siswa di SMA tempat Dika dan Reza lulus.
Sekolah mengadakan syukuran dan perayaan atas kelulusan siswanya.
Semua siswa berwajah gembira saat menerima surat kelulusan itu. Termasuk Reza dan Dika.
Mereka terlihat sangat berbahagia. Dika saling berpelukan dengan teman ceweknya dan Reza juga saling memberi selamat kepada teman cowoknya.
Kemudian, Reza adan Dika saling melihat.
Reza mendekati Dika. Dika melihat Reza santai.
‘’Selamat ya, Ri. Nilai kamu paling bagus..’’ ucap Reza senyum.
Dika tersenyum. Ia mencoba memaafkan Reza dan menata hatinya.
‘’Sama-sama. Makasih ya. Nilai kamu juga bagus, walaupun di bawah aku.. hhahaha..’’ ucap Dika tertawa.
Reza senang melihat Dika bahagia seperti itu. Reza tersenyum.
‘’Kamu lanjut kemana Za?’’ tanya Dika.
‘’FK, Ri. Kamu?’’ tanya Reza.
Mendengar jawaban Reza, rasanya ia juga ingin berama-sama dengan Reza. Namun ia tidak tertarik dengan dunia kedokteran.
‘’Jurnalistik..’’ jawab Dika.
‘’Bagussss..’’ ucap Reza.
Dika tersenyum. Dan dibalas oleh Reza.
‘’Aku punya hadiah untuk kamu..’’ ucap Reza sambil mengeluarkan sebuah plastic bungkusan.
‘’whuaaa…apaa??’’ tanya Dika bahagia.
‘’Nih,..’’ kasi Reza.
Dika menerima bungkusan itu dengan wajah sumringah.
Reza melihat Dika yang tertawa bahagia itu. Dika sangat cantik, pikirnya. Alangkah lebih cantik jika ia menggunakan itu. Ucap Reza dalam hati dan tersenyum.
Ketika Dika hendak membuka hadiah, datanglah seseorang.
‘’assalamu’alaikum…’’ ucap orang itu.
Dika dan Reza melihat berbarengan.
‘’wa’alaikumusalam..’’ balas mereka.
Ternyata Rifka yang tersenyum manis.
Dika diam, tidak jadi membuka hadiah Reza.
‘’selamat ya Huuri, nilai kamu terbaik..’’ ucap Rifka tersenyum sambil mengulurkan tangan. Dika agak sensi. Satu-satunya orang yang boleh memanggil dia Huuri, hanyalah Reza. Bukan orang lain. Dika sedikit sewot namun mencoba tersenyum.
Dika membalas jabatan tangan Rifka. ‘’Sama-sama, makasih..’’ ucap Dika tersenyum kecil.
Rifka tersenyum dan mengucapkan selamat juga ke Reza.
‘’Akhi, selamat ya, nilai antum juga bagus. Nomor 2 setelah Huuri..’’ ucapnya tersenyum sambil melihat Dika. Dika membalas dengan wajah biasa dan santai.
‘’Syukran. Selamat juga buat anti..’’ ucap Reza membalas senyum Rifka.
‘’Antum lanjut kemana akhi?’’ tanya Rifka.
‘’Fk, anti?’’
‘’Wah, sama donk..hhhehehe..’’
Mereka mengobrol sangat akrab.
Dika menelan ludah. Entah kenapa, dia merasa, mereka begitu akrab dan mesra.
Dika mulai kesal kembali. Ia tampakkan dengan wajah yang tidak enak.
‘’Aku, pulang duluan ya, nih za.’’ Ucap Dika tiba-tiba dan memberikan kembali, bungkusan ke Reza.
Reza dan Rifka terkejut melihat sikap Dika.
Reza terdiam sambil menerima kembali bungkusan itu.
‘’Hati-hati ya Ri..’’ ucap Reza khawatir.
Dika diam dan terus berjalan. Dia kesal. Sepanjang jalan ia menyesali apa yang baru terjadi.
‘’Kenapa tu cewek selalu ganggu?
Ah, Reza juga! Kalo suka sama Rifka ya bilang aja. Selama ini karna tu cewek kan dia rela pagi-pagi ke sekolah. Iyalah, dia berjilbab, cantik,alim! mereka akrab lagi! Aaaaaaaaaagh!!!!’’ Dika tiba-tiba teriak sendiri dan menendang sebuah kaleng minuman.
Dan langsung diam. Ia melihat sekelilingnya orang-orang melihatnya aneh.
Ia tersenyum salah tingkah. ‘’hhe, maaf, Cuma kesenangan..’’ ucapnya sambil tertawa maksa dan melambaikan tangan entah apa maksudnya.
Sial! Pikirnya.
…
Dika masuk ke kamar dan melempar surat kelulusannya. Kelulusannya kali ini tidak diwarnai kebahagiaan secara sempurna. Dia membaringkan badannya.
Fyuuh. Dia terdiam menatap langit-langit kamarnya. Dia merenung. Kemudian ia bangun dan berjalan menuju cermin. Dia berdiri menatap tubuhnya lama.
Dilihatnya wajahnya perlahan-lahan sambil mengusap-usap pipinya. Ia ikat rambut panjangnya.
Kemudian ia keluar dan masuk ke kamar Nina, kakaknya. Ia mengambil sebuah jilbab berwarna orange polos dan kembali ke kamarnya.
Dia mencoba menggunakan jilbab itu sepandainya. Berulang kali terjadi kesalahan. Lipatan yang tidak rapi, anak jilbab yang kepanjangan, dll.
Disaat dia mencoba-coba jilbabnya, Bi Hani masuk tiba-tiba.
‘’Subhanallah mbak Dika..’’ ucapnya.
Dika terkejut dan langsung membuka jilbabnya.
‘’Bibi!..’’ ucapnya kaget.
‘’Eh..maaf mbak. Bibi mau kasi tau, ada yang nelpon dibawah..’’
‘’Oh..iya..’’ Dika masih salah tingkah.
‘’Mbak, mbak manis banget pake jilbab tadi…’’ ucap Bi Hani lembut.
Dika diam dan tersenyum.
‘’makasih Bi, aku ke bawah dulu ya..’’ pamitnya.
…
‘’Siapa ya yang nelfon? Kenapa gak ke HP aja..’’ Dika bertanya-tanya dalam hati.
“Halo?’’
‘’Assalamu’alaikum..’’ terdengar suara lembut di gagang telfon.
‘’wa’alaikumussalam..’’ ucap Dika bingung.
‘’Ini Huuri?’’ tanyanya.
‘’Ni siapa?’’ tanya Dika balik.
‘’Saya Rifka..’’
Dika terkejut. Ada apa dia menelfon.
‘’Oh,,ya, ada apa?’’ tanya Dika.
‘’Saya mau minta maaf..’’
‘’Minta maaf kenapa?’’ Dika pura-pura menyembunyikan kekesalannya terhadap Rifka.
‘’Mungkin saya ada salah sama kamu..’’ ucap Rifka pelan.
Dika diam. Tidak tahu harus menajwab apa. Jika dibilangnya tidak ada apa-apa, maka ia telah berbohong.
‘’O-oh..ya,..mungkin..’’ jawab Dika.
‘’Maafin saya ya..’’ ucap Rifka.
‘’Ia..’’ jawab Dika.
‘’Yaudah, saya pamit dulu, makasih ya, assalamualaikum..’’
‘’Wa’alaikumsalam..’’
Dika meletakkan gagang telfon dengan perasaan yang masih bingung.
Namun dia cuek dan kembali ke kamarnya.
Dia duduk di atas tempat tidur empuknya dan melamun.
‘’Tadi apa ya, isi kado Reza?’’ tanyanya pelan.
‘’Aku juga sih bego. Masak gara-gara cemburu, kadonya ku kasih balik…’’ ucapnya sambil terbaring.
Kemudian terduduk lagi.
‘’Tunggu! Tadi aku bilang apa? Cemburu? ‘’ Dika tersentak sendiri. Kemudian terdiam lama sambil berfikir.
‘’Oh..tidak…’’ ia kembali terbaring sambil menutup wajahnya dengan bantal
….
2 komentar:
Lanjutannya mana dyah?? *antusias*
hhehehe..
masih di rancang uni..
:D
Posting Komentar