Curahan Hati Seorang ( Kader )
Di
organisasi kampus, saya adalah seorang wakil sebuah departemen yang cukup
penting di organisasi itu. Saya memang sudah terpikir akan dipilih sebagai
wakil departemen atau disingkat wakadep itu. Karena saya pun dulu memintanya
pada Allah. Saya pikir, ketika saya yang memegang suatu kuasa, saya akan lebih
mudah dan leluasa untuk mengatur schedule departemen dan dengan bebas membuat sebuah
karya yang tidak kebetulan, departemen yang saya pegang sekarang adalah berbau
syiar, seperti mading, bulletin, dan lain-lain. Karena, ketika dulu saya
menjadi anggota, semua ide saya dibatasi. Tidak boleh yang seperti ini, tidak
boleh yang seperti itu. Maka, saya meminta Allah, untuk kelak, dijadikan
wakadep. Dan Allah mengabulkan itu.
Ternyata
tidak seperti yang saya bayangkan dulu. Ini tidak mudah. Di awal-awal saya
memang sangat semangat menjalankan ini. Semakin lama, yang say tidak tahu
alasan pastinya, semangat pergerakan saya mengendur, namun tidak semangat hati
saya. Ketika saya dipancing semangat, maka saya akan lebih dari semangat.
Terbakar. Saya tidak suka ada kata-kata negative yang membuat semangat luntur.
Semakin
lama, saya juga merasa kurang berkontribusi di organisasi luar biasa, menurut saya
itu. Alasan klasik, saya anak jurusan Teknologi Hasil Pertanian, yang jadwalnya
lumayan padat untuk lab dan tugas. Tidak main-main tugas yang diberikan untuk
seorang dosen. Terkadang saya kewalahan sendiri dan tidak optimal. Belum lagi,
saya tidak hanya memikirkan kuliah saya, banyak lagi..
Seseorang
menanyakan keadaan saya dan apa keluhan saya ketika rapat itu.
Memang, sudah lama, saya tidak kembali ke organisasi itu
secara nyata. Mungkin terkesan cuek, tapi itu karena alasan klasik yang
sebenarnya tidak cocok dijadikan alasan. Selain di organisasi itu, saya juga
diminta untuk menjadi wakil di organisasi lain. Awalnya saya menolak, tapi saya
tau keadaannya gimana.
Saya coba jalani. Namun ternyata saya kewalahan. Saya khawatir,
jabatan yang saya pegang menjadi boomerang bagi saya di akhirat. A’udzubillah.
Maka, dengan pemikiran dan keyakinan yang mantap, saya mengundurkan diri dari sebagai wakil
di organisasi yang kedua.
Beliau
yang notabenenya ketua saya, menanyakan tentang semangat saya. Beliau
mengkritik ( lebih tepatnya menasehati ) tentang saya yang tidak ada lagi pergerakan
di lapangan. Beliau menanyakan kenapa seperti itu padahal beliau menaruh
harapan yang besar pada saya.
Saya
tidak tau apa yang harus dijawab ketika ditanyakan itu. Karena saya sibuk
dengan rutinitas diri saya sendiri. Sibuk dengan memperbaiki diri sendiri.
Ketika itu saya benar-benar tidak tahu harus menjawab apa namun dipaksa untuk
menjawab. Saya sudah bilang saya tidak ada kendala, karena memang adanya saya
tidak merasakan kendala itu, dikarenakan saya yang kurang berkontribusi. Namun
beliau meminta untuk menjawab pertanyaannya. Alhasil, saya menjawab yang saya
tidak yakin untuk saya jawab. Banyak sekali alasan dan jawaban yang sumbernya
bukan dari hati saya.
Padahal awalnya, mood hati saya begitu baik dan tidak
memikirkan kejelekan apapun dengan organisasi, dengan dakwah ini. Namun,
pancingan itu membuat hati saya sedikit melenceng. Saya tahu bahwa syetan
sedang membisikkan sesuatu di telinga saya. Yang membisikkan untuk membenci
kenapa harus dibahas ini.
Adzan
berkumandang, saatnya solat zuhur. Saya dan seorang teman wanita saya, pergi
shalat ke mesjid. Di sepanjang jalan, saya terus memikirkan, kenapa seperti
ini. Dan pertanyaan (paling) bodoh menurut saya itu, kembali terngiang, ‘’Kenapa
mesti aku?’’.
Saya yakin bahwa Allah Maha Tanggung Jawab. Di dalam doa,
saya tanyakan hal itu padaNya dan saya langsung dapat jawabannya.
Saya hanya belum begitu faham dan belum sepenuhnya ikhlas.
Saya belum faham bahwa sejak dulu, Allah sudah berkomunikasi
dengan saya, hanya saja saya tidak dapat merasakannya.
Saya belum faham bahwa siapa yang menolong agama Allah, maka
Allah akan menolongnya.
Saya belum faham bahwa sedetik saja manusia memikirkan
dakwah, lebih baik dari 1000 rakaat shalat sunnah.
Saya belum faham, bahwa jihad yangn pahit itu, buahnya
begitu manis di syurga.
Saya belum faham, bahwa Allah menjadikan saya lebih baik
dengan memilih saya di organisasi ini.
Saya belum faham bahwa memang Allah, telah memilih saya.
Saya belum ikhlas untuk dijadikan pemimpin.
Saya belum ikhlas ketika harus disatukan dengan
mereka-mereka yang luar biasa.
Saya belum ikhlas bahwa saya memang dibutuhkan disana.
Beliau
bertanya apakah saya merasa tidak dihargai? Saya menanggapi serius pertanyaan
itu. Karena bagi saya, orang-orang disana, sangat bahkan terlalu menghargai
saya. Itu, itu bukan alsannya. Sejak awal saya ikut bergabung, saya sudah
dipercaya banyak hal oleh wakil ketua ketika itu. Alasannya? Simple. Beliau,
kakak itu, percaya pada saya. Saya kaget bukan main. Sebegitu percayanya beliau
pada saya. Awalnya saya memang sedikit kesal, tapi untuk sekarang, saya
berterima kasih sangat kepada beliau.
Yang
saya rasakan setahun yang lalu berbeda dengan sekarang. Memang saya terlalu
manja untuk menjadi prajuritnya Allah.Terlalu banyak mengeluh dan menuntut.
Saya sangat sadar hal itu beberapa minggu lalu. Saya coba memperbaiki, untuk
tidak banyak mengeluh. Saya banyak membaca artikel tentang islam, membaca
tulisan seseorang yang hebat, yang memotivasi. Hingga membuat saya sedikit
lebih baik dari sebelumnya. Awalnya, saya stabil. Karena pancingan dan kerikil
kecil di rapat siang itu, membuat saya jadi labil. Saya beristighfar, mungkin
hati saya sedang dikuasai syetan.
Allah
begitu sayang pada saya. Dia selalu memeluk saya, disaat saya akan melangkah
keluar. Contoh singkatnya. Sejak SMA, saya juga sudah bergabung dalam
organisasi keislaman. Jilbab saya lebih baik dari ketika saya pertama masuk
SMA. Pakaian saya juga mulai rapi dan memakai rok.
Ketika kuliah, saya lulus di luar kota . Saya punya
niat, bahwa saya ingin kembali memakai celana jeans saya, berjilbab ala
kadarnya dan bergaya seperti saya yang dulu.
Saya meniatkan kuat akan hal itu, karena bagi saya, tidak
ada yang tahu saya bagaimana, mereka semua yang ada disini, tidak tahu, kalau
saya dulunya kader. Jadi ga masalah.
Namun, ketakutan yang saya tidak tahu ketakutan yang
bagaimana, membuat saya tidak menjalankan niat saya. Allah masih menyayangi
saya. Bahkan Dia banyak memberikan motivasi untuk saya menjadi wanita lebih
baik, ketika saya ikrarkan bahwa saya ingin menjadi wanita shalilhah, kunci
syurga orang tua saya, cinta-cita tertinggi itu. Allah sungguh mendengar
permintaan itu. Step by step, Dia mengajarkan saya banyak hal memalui
kehidupan.
Saya yang di rumah anak yang manja, pemberontak dan egois
itu, perlahan mulai memperbaiki diri. Saya akui saya memang keras. Namun,
bukankah Umar ra adalah orang yang keras juga? Namun bedanya, saya tidak
seperti Umar yang luar biasa keras hatinya dalam membela agama Allah.
Ketika
ketakutan luar biasa itu datang, Allah melangkahkan hati saya untuk bergabung
dalam organisasi dakwah kampus itu. Saya mengejar itu, adalah untuk lebih
mewanitakan saya. Untuk menjadi manusia yang lebih baik pola pikir, akhlak dan
perilakunya. Orang-orang disana sangat malu. Malu jika harus berdiam diri untuk
tidak memikirkan dakwah. Mereka disana orang yang keras hatinya. Keras hatinya
untuk memperjuangkan Islam di kampus. Mereka disana pemarah. Marah jika
agamanya dijatuhkan di anggap remeh. Saya akui mereka orang-orang luar biasa
yang membuat saya ciut untuk bergabung dengan mereka. Tapi bukan karena mereka
saya ada disana, saya disana karena Tuhan saya.
Saya tidak peduli mereka bagaimana, mereka siapa. Bukan
mereka yang saya kejar. Tapi kebaikan.
Oke, mungkin sebelumnya saya tidak berani mengatakan seperti
ini, karena memang, orientasi saya bercampur antara Allah dan orang lain atau
sesuatu. Namun sekarang, saya mencoba untuk hanya Allah orientasi. Saya sudah
meminta itu pada Allah, dan saya memaksa agar Allah mengabulkan doa saya untuk istiqomah
berada di jalannya sampai di syurga. Semoga saya dan mereka dapat terhimpun
hatinya dan bercanda ria di syurga kelak. Amin allahumma amin..
2 komentar:
hmmm.. tanggapi nggak ya,
"sok paham"
yang terpenting saling memahami dan pengertian.. tidak menutup diri selama bukan urusan pribadi.. :)
*hnya mencuba "mengerti"
Posting Komentar