‘’ Adalah
hal terbodoh jika kita membohongi hati untuk tidak mencintai seseorang’’.
Kalimat itu
membuatku diam sesaat dan bertanya, ‘’ Kalau untuk kebaikan?’’
‘’Kebaikan
yang bagaimana?’’
Aku diam.
Mencoba memikirkan kebaikan yang aku maksud.
‘’Menjaga hati!’’.
Ucapku mantap.
‘’Menjaga
hati bukan berarti tidak mencintai. Cinta itu fitrah’’.
Lagi-lagi
aku diam. Aku menggigit bibir dan mengerutkan kening.
‘’Aku Cuma
mau mencintai secara dewasa. Mencintai layaknya Fatimah mencintai Ali. Aku cuma
mau ‘dia’ juga hanya mencintaiku. Jadi aku harus menjaga cinta untuknya’’.
Dengan mantap juga aku menjawab pertanyaan itu.
‘’Dia?’’
‘’Iya, dia.
Dia yang namanya sudah tertulis untukku. Dia yang juga aku yakini pertemuannya
nanti. Dia yang dipilihkan Tuhan untukku’’.
‘’Siapa?’’
Aku Cuma
senyum.
…………………………….
Terinspirasi dari tulisan seorang
teman, aku jadi ingin menuliskan tentang cinta juga. Cinta ga ada
habis-habisnya kalo dibahas.
Kalau
ditanya apakah aku pernah jatuh cinta?
Jawabannya
iya.
Kalo cinta
pada pandangan pertama?
Aku rasa
belum. Entah kenapa aku meyakini, bahwa kekasihku nanti, dialah cinta
pertamaku.
Selama ini?
Cinta kedua,
ketiga…#loh?
Sebenarnya aku tidak pernah
merasakan jatuh cinta seperti yang sebenarnya kepada seorang lelaki. Jika ada
rasa lain di dalam dada, aku biasa menyebutnya suka atau kagum. Bukannya aku
takut jatuh cinta sih, emang apa alasan aku untuku takut juga?
Temanku waktu di SMA pernah
menasehatiku agar jangan takut jatuh cinta. Aku heran, kenapa dia bisa
mengirimiku pesan seperti itu. Ketika kutanya, ‘’Maksudnya?’’
Dia jawab,
‘’ Buka matamu, ada orang yang mencintaimu. Tapi kamu terlalu cuek dan tidak
peka’’.
Daleeem.
Yang buat aku tersentak Cuma kata-kata terakhir itu. Cuek dan Tidak Peka.
Sebegitunyakah…???
Ada orang yang mencintaiku? Ehm, aku
tidak pernah sadar akan hal ini. Kalopun sadar, aku nganggapnya biasa aja.
Kurasa bukan cinta, tapi kagum.
Sama seperti si A. Dia ini dulu
temanku waktu di sekolah ( SD, SMP, SMA? ), yang penting masih sekolah. Ketika
tamat-tamatan sekolah. Kami tidak pernah bertemu lagi untuk sekian lamanya.
Suatu hari, kami mengadakan reuni. Sebenarnya aku cukup canggung kalo harus
datang ke reuni itu. Karena aku jarang berkomunikasi lagi dengan mereka. Yah,
melihat penampilanku yang udah berubah, teman-temanku keheranan melihatku.
Haduh, teman-temanku sekaliaan,, saya ini masih kawan kalian yang dulu. Jangan
liat saya seperti ngeliat Cinderella gitu donk..( *gubrakkK.
Nah, salah satu yang takjum *kita
anggap aja seperti itu* ya si A itu. Eh, eh, btw, A itu nama inisialnya ya?
Emangnya kalo aku buat A, berarti nama inisial? Terus kalo aku mau buat B, C
,D? -_-‘’
Itu hanya
INISIAL! #Loh?
Maksudnya
Cuma sebutan aja, sebagai awalan abjad.
Ketika reuni itu aku lagi
duduk-duduk, dia datang dan duduk disebelahku. Dia nanya-nanya kabar, begini
begitu, pake curhat juga, ya, aku dengerin aja sambil jawab, ‘’oh’’, ‘’iya’’,
‘’heem’’,’’oh..’’ gitu deh pokoknya. Ya aku teringat waktu jaman sekolah dulu,
kami itu saingan berat. Beraaat banget seberat semut. Pokoknya berat deh.
Ceritanya, saingan masalah ranking. Dari kelas 1 sampe 2 semester 1, selalu dia
ranking 1 dan aku ranking 2, ga pernah berubah-ubah. Dan itu membuat dia
menjadi seseorang yang sangat angkuh, sombong dan sok pintar *padahal emang
pinter.
Bayangin
aja, kalo ngerjain soal Matematika kedepan, dia Cuma ngeletakin jari telunjuk
di pelipis sambil merem, udah ketemu jawabannya. Aku pernah mencoba hal itu
tapi ga pernah berhasil ya? What’s wrong??
Pokoknya kami jarang komunikasi
secara baik-baik. Kalo ketemu, pasang muka paling masam. Kalopun senyum, senyum
licik. Saling membuang muka dan saling iri-irian. Di kelas aja aku paling males
kalo udah ngeliat dia. Padahal kalo dipikir-pikir, cakep juga anaknya. Tapi
karena ngeselin kayak gitu, ampun deh.
Jadi suatu hari, dia kembali membanggakan
rankingnya, pas pula di depan aku. Saking palaknya, aku bilang ke dia dengan
penuh keyakinan dan ketawadhu’an, ‘’ LIAT AJA, SEMESTER 2 NANTI, AKU YANG
RANKING 1! CAMKAN ITU!’’ Ucapku lantang sambil nunjuk-nunjuk mukanya. Kulihat
mukanya diam dan memerah karena geram. Aku takut juga sih, kalo ga ranking
gimana? Ah yang penting gaya aja dulu. Yang penting dia mati kutu dulu. # Aku
rupanya cocok juga ya jadi motivator.
Tedeeeeeeeeeenngggg!!! Pengumuman
ranking kelas di lapangan sekolah.
Untuk kelas
2B, juara 1 adalah SANG DIAH PITALOKA, Juara 2 si A, Juara 3 si B. Kupingku
terbang begitu namaku disebut. Serasa ga percaya. Wow, aku ranking 1 boy. Aku
senangnya minta ampun. Karna kalo ga salah yang dapet ranking 1 dapat beasiswa
gitu. Aku ketawa. Hahahaha. Ga nyangka, bo’. Akhirnya aku bisa melepaskan title
ranking 2, yah walopun Cuma untuk semester ini, mungkin.
Aku, si A da
teman yang lain maju ke lapangan. Aku masih senyum kegirangan. Aku ngeliat
kearah A, mukanya asemnya minta ampun. Ga ada senyumnya. Mukanya gondok, palak,
ga tau lah. Dan itu membuat aku semakin senang dan senyum-senyum ga jelas.
‘’Rasain, lo!’’ Ucapku dalam hati.*kok ngerasa kayak setan ya? (_,,_ )’’
Ketika dalam barisan penerimaan
penghargaan, kami dibariskan sejajar ke belakang. Dengan kata lain, dia berdiri
TEPAT di belakangku. Aku terus menggodanya dengan senyum-senyum penuh
kemenangan yang membuat dia semakin gondok. Terus aku juga bisikan dia,
‘’Lihat, kan?’’ Ucapku senyum-senyum. Sebenarnya ada 2 hal yang membuatku
senang pada hari itu, yang pertama aku bisa mendapatkan rangking 1, yang kedua
aku bisa mengalahkan si A.
Kembali ke kelas, semua teman-teman
menyalamiku. Memberikan selamat. Tentu donk, aku menyambutnya dengan sumringah
semeriwing. Pas tiba giliran dia, aku mau masuk kelas tuh, dia lagi duduk di
kursi di depan kelas. Dia menjulurkan tangannya sambil bilang dengan terpaksa
dan muka yang kesal, ‘’selamat ya!’’. Aku kaget. Ga kusangka dia bakal ngucapin
juga untukku. Aku menyambut salamannya sambil mengatakan, ‘’makasih!’’. Tapi
sebelum hal itu terjadi, dia duluan menarik tangannya, alias ketika aku mau
salam, dia narik tangannya sambil buang muka dan pergi. Aku terdiam. Kesal,
dan…sedih sih. Aku juga berharap dia memberiku selamat. Sebenarnya di sudut
hatiku yang lain, aku tidak ingin membuatnya seperti itu. Dia pasti kecewa
dengan dirinya, karena aku tau dia orangnya ambisius. Yah, kalo harus jujur,
aku pernah menyukainya karena dia pintar. Tapi yasudahlah.
Insiden ranking itu semakin
merenggangkan hubungan kami. Sampai suatu hari, ketika lagi main bola kasti,
aku dan dia berada pada kelompok yang berbeda. Ketika itu kelompokku yang main
dan, kami menang. Kata mereka kawan kami curang, tapi aku ga tau. Tibalah
giliran aku memukul bola dan ketepatan banget
dia yang melempar bola. Sebelum permainan dimulai, kayak di
sinetron-sinetron, kami tatap-tatapan dulu dengan sinis. Aku cuek aja. Sampai
peluit dibunyikan. Tapi tunggu, sebelum peluit dibunyikan dan aku belum
siap-siap, dia melempar bola kearahku dengan sangat kuat. Refleks aku buang pemukul
dan nangkap lemparannya yang hampir mengenai perutku. Aku berharap agar bola
itu kena aja ke perutku, pasti dia merasa bersalah. Aku marah sambil
nunjuk-nunjuk dia, ‘’heh, maksudmu apa? Kalo sampe kena perut tadi gimana? Mau
tanggung jawab?’’ Mukaku memerah saking kesalnya. Panas lagi di lapangan. Dia
juga marah-marah sambil ga kalah nunjuk-nunjuk, ‘’Kamu tu curang! Kelompokmu
curang!!’’. Aku bales dong, ‘’Heh, kalo udah kalah ya kalah aja! Hah!’’ . Dia
pergi dengan wajah kekesalan dan aku Cuma bisa ngeliatin dia dengan wajah yang
ga kalah penuh kesal. Anak itu memang ajaib, masak Cuma gara-gara ranking, dia
hampir mencelakakanku seperti itu.
Sebenarnya
sih, pertengkaran kami ga selamanya serem kayak gitu. Ada hal yang lucu juga.
Aku malu sih nyeritainnya, karena aku pelakunya. Hahaha.
Ketika itu,
kami baru pulang dari rumah seorang teman yang dilanda musibah. Aku dan 3 orang
temanku beserta si A pulang naik angkot. Aku senyum sinis karena ada dia juga
disini. Mukanya tu gondok banget karena harus seangkot denganku. Aku malah
godain dia, sambil bilang, ‘’aduh..senyum donk. Mukanya merengut aja ya dari
tadi, jelek loh..’’ Hahahah. Diiringi ketawa teman-temanku. Dia melihatku sinis
dan diam dan aku membalas tatapannya dengan senyum cengingisan yang membuat dia
semakin gondok dan membuang muka.
Jadi, ceritanya aku dan 3 temanku
lagi minum es cendol dan si A duduk tepat di depanku. Karena kami sibuk godain
dia dan ketika lagi minum, aku tertawa dan menyembur TEPAT di mukanya. Aku
menutup mulut pake tangan, bingung mau ketawa atau takut. Kuliat mukanya
semakin memerah dan marah-marah. ‘’Ih, apaan sih? Jorok banget jadi cewek!!’’
Ucapnya sambil mengelap mukanya.
Aduh, aku
malu banget tau ga. Tapi tetep bela diri. ‘’Namanya ga sengaja! ‘’. Sambil
sok-sok baik membersihkan bajunya. ‘’Ga usah!’’ Ucapnya marah. Teman-temanku
yang lain menahan tawa. Dia masih terus marahh-marah sampai salah seorang kakak
penumpang lain menasehatinya, ‘’temannya kan cuma bercanda, dek, dia ga
sengaja…’’, Makin terbanglah aku dibela kayak gitu.
‘’Jorok kali
dia kak..!’’ Ucapnya kesal.
‘’Ah, Cuma
cendol, kok!!’’ ucapku nahan ketawa plus MALU.
Sebenarnya dibalik kekesalanku
padanya, aku juga menyukainya, ya karena dia tadi itu, pinter! Jadi pas turun
dari angkot, aku mengelap tasnya dan menawarkan untuk mencuci bajunya,
‘’sini bair
aku cuci. Maafla, ga sengaja!’’ ucapku gengsi.
‘’Udah ga
usah! Kamu ada-ada aja!’’ Dia langsung pergi.
Oh ya Allah, aku langsung diam.
Sebenarnya aku ga sanggup harus buat jahil sama dia. Tapi ya gimana lagi?
………………………..
Ingatan itu tidak pernah terlupakan
dariku melihat dia yang berbeda sekarang. Berbeda secara fisik sih, makin
cakep. Hahaha. Astaghfirullah. -_-‘’
Dia juga pernah bela-belain datang
ke sekolah lanjutanku untuk sekedar ingin berjumpa denganku. Hm? Ya sudahlah.
Udah hampir 3 tahunan ga ketemu, dan
aku dapat kabar dia lulus di sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Bukan perguruan tinggi sih, tapi Sekolah Tinggi. Aku bangga banget sama dia.
Aku pun menelponnya untuk mengucapkan selamat. Tapi ternyata, dia tidak
sesenang orang-orang yang mendengar kelulusannya. Dia galau. Dan untuk pertama
kalinya setelah tidak lama bertemu dan berkomunikasi, kami berkomunikasi sangat
baik ketika itu. Dan pada saat itu juga aku sudah hijrah, Alhamdulillah.
Aku meminta
dia untuk meminta yang terbaik sama Allah. Apapun itu. Dia menyetujuinya.
Suatu hari dia menelponku untuk
sekedar bercerita tentang keputusannya. Aku senang dia udah dapat yang terbaik.
Sampai di suatu pembahasan yang membuat jantungku dag dig dug.
Dia
mengatakan bahwa dia mau menikahiku. Aku terdiam. Perasaanku ga karuan.
Tiba-tiba suasana kamarku terasa panas.
‘’Jangan
main-main!’’ Ucapku.
‘’Aku ga
main-main, bagaimana?’’ ucapnya jelas.
Aku cukup
panic dan ga tau harus bilang apa. Aku masih sangat muda untuk menjawab hal
semacam itu, ketika itu.
‘’Bagaimana
bisa?’’
‘’Aku yakin
bahwa kamu istriku. Aku yakin kamu akan menjaga anak dan hartaku!’’.
GLEK. Bahkan
aku ga bisa menelan ludahku sendiri. Dalam hatiku berkata bahwa dia udah mikir
sejauh itu. Anak, harta? Apaan? Aku belum bisa!
‘’Aduh..kita
masih muda. Aku ga mikir kesana! ‘’ Ucapku ngeles.
‘’ Dari
sekarang dipikirkan..’’ ucapnya.
‘’Kamu,
kenapa mau menikahiku? Bukannya kita dulu musuhan?’’ Pertanyaan bodoh keluar
dari mulutku.
‘’Hm…*dia
diam cukup lama*.. Aku juga ga tau, ya mungkin karena itu. Sejak pertama aku
melihatmu waktu reuni itu, hatiku berkata seperti itu’’. Ucapnya.
Aku semakin
terdiam. Rasanya aku ingin cepat-cepat menutup telpon ini.
Aku tarik
nafas.
‘’Ga
mungkinlah, entah aku Cuma pelarian..’’ ucapku mengelak.
‘’ Enggak…’’
ucapnya.
‘’Jadi?’’
ucapku.
Dia diam
lama.
‘’Halo?’’
‘’Iya..pokoknya
bukan karena pelarian.’’ Ucapnya.
‘’Jadi?’’
‘’Aku
mencintaimu, puas?’’
DUG! Kayak
disambar petir. Tak kusangka, kekagumanku dulu padanya akhirnya terbalas
seperti ini. Tapi sekarang, aku biasa aja padanya. Aku bingung untuk
menerimanya, tapi berat untuk melepaskannya ( kutipan dialog Anna Althafunnisa
).
‘’Gimana?’’
tanyanya.
‘’Kalau
serius, temui orang tuaku!’’ ucapku.
‘’Aku minta
jawaban darimu dulu, sama aja kalau nanti aku temui ayah-ibumu, kalau akhirnya
kamu memang tidak menerimaku, sama saja’’.
Entah kenapa
ketidakyakinanku semakin kuat padanya mendengar penjelasannya. Bukankah cinta
bisa datang saat itu juga. Bagaimana dia yakin aku tidak menerimanya? Aku diam.
‘’Kalo kamu
setuju, aku langsung buat proposalnya’’.
Gila, emang
dia mau lamar pekerjaan?
‘’Oke, aku
mau menikah, tamat kuliah, bagaimana?’’ tanyaku lagi.
‘’Waduh, aku
masih muda x. Belum bekerja pun mungkin. Tunggu sampai umurku 27, gimana?’’
Dan yah,
entah kenapa lagi aku semakin tidak yakin padanya. Tapi seperti yang kubilang
tadi, berat jika harus mengatakan tidak. Sampai kapan aku harus menunggumu?
Bagaimana jika tidak berjodoh?
‘’Ya
sudahlah, kalau jodoh, kita pasti ketemu.’’ Ucapku akhirnya.
‘’Jadi?’’
tanyanya.
‘’Ya liat
aja nanti. Aku pun ga bisa menunggumu seperti itu’’. Ucapku mantap. Dia diam.
‘’Aku mau
kamu menghapal surat X ( aku menyebutkan sebuah surat di dalam Al Quran )
sebagai syaratnya, bagaimana?’’ Dia diam.
‘’Oke.’’
Ucapnya. ‘’ Kalau aku hapal, maka kamu akan menikah denganku’’.
Aku sadar
bahwa surat itu terlampau mudah dihapal, karena aku pun bisa menghapalnya.
Lalu aku
menawarkan surat yang lebih panjang. Dia menjawab, ’’susah banget itu. Yang
tadi aja..’’ ucapnya.
‘’Yang tadi
kemudahan. Kalo ga mau ya udah..’’ ucapku.
Dia diam
cukup lama dan OKE!
Giliran aku
yang diam cukup lama. Bagaimana mungkin aku berani memberikan syarat seperti
itu. Kalau saja dia mampu menghafalnya, aku harus menepati janjiku. Dan pada
saat itu aku sangat polos. Dan sekarang, aku meminta petunjuk Allah untuk
ketetapan hati. Jikapun harus iya, jikapun kami ditakdirkan memang bersama,
maka jalan itu pasti dipermudah. Baik Allah akan mempermudahku dan mempermudah
dia.
Huuft. Dan sekarang, kami lost
contact. Karena dia di seberang pulau denganku. Aku yakin dia tidak menyimpan
nomorku lagi, karena aku pernah menghubunginya, dia tidak mengenalku. Dan
kulihat dia sedikit berubah lebih dewasa dan bijak ketika terkahir kali kami
berkomunikasi. Yah, yang terbaik untukmu, kawan. Juga untukku.
Yah begitulah salah satu kisah
cinta. Semoga dapat dimabil pelajarannya. Masalah apakah aku menerimanya atau
tidak, itu jawaban antara aku dan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menyelesaikannya. J
Hohoho.
“ Bicara tentang cinta, aku tidak tau apakah
memang pesonanya yang memikat, atau akalku yang sudah tidak lagi di tempat.’’
( Buku Cinta Kita Beda ).
Salam
sayang,
@diyasang
0 komentar:
Posting Komentar