RSS

#1 Ta'aruf


#1 TA’ARUF

Medan, 2007
           
            Aku melihat begitu ramainya orang-orang disini. Saling berebut untuk melihat sebuah kertas yang ditempel di sebuah dinding yang tidak lain adalah pengumuman kelulusan. Daftar nama siswa baru yang telah diterima di madrasah yang akupun baru tahu keberadaannya dikarenakan seseorang. Seseorang yang sangat spesial di hatiku. Seseorang yang mampu membuatku jatuh hati padanya. Namanya Reza.
            Waktu aku SMP, aku jatuh hati pada seorang lelaki yang beda sekolah denganku. Aku mengenalnya ketika mengikuti acara pesantren kilat yang dibuat oleh himpunan remaja mesjid yang salah satu anggotanya adalah teman sekelasku. Aku jatuh hati padanya karena ketampanan dan sikap ramah tamahnya. Dan sejak saat itu juga, aku memulai pendekatan atau anak baru gede mengatakannya dengan sebutan PDKT dengannya. Melalui teman sekelasku tadi, aku bisa dekat dengannya. Saling telponan dengannya, saling bercerita lewat sms, dan saling mengirimi salam. Hingga suatu ketika, aku menelponnya karena kerinduanku padanya dan ketika itu hampir tamat-tamatan SMP. Aku bertanya tentang SMA yang akan dimasukinya. Dengan tegas ia menjawab MAN 1 Medan. Aku belum pernah mengetahui sekolah itu bagaimana dan dimana. Memang, sejak dulu aku jarang untuk keluar rumah. Bahkan sekarang jika ditanya tentang suatu tempat dan bagaimana cara menuju kesana, aku masih tidak tahu. Aku seorang yang pelupa jalan dan itu baru aku sadar aku dapat dari gen ibuku.
            Sambil berdesakan, aku mencuri pandang kearah kertas pengumuman itu. Tapi tulisannya terlalu kecil jika dibaca dari jarakku. Maka akupun menyelinap untuk mengambil barisan di depan. Aku tentu tidak perlu melihat pengumuman siswa yang berasal dari MTS karena aku berasal dari SMP. Kertasnya hanya terdiri dari 2 lembar. Berbeda jauh sekali jumlahnya dengan kertas pengumuman siswa yang berasal dari MTS. Mungkin selisih 5 lembar.
            Yap. Namaku berada di peringkat ke 7 dari seratusan siswa baru yang diterima. Aku tersenyum bangga. Lalu aku mencari nama seorang temanku yang juga masuk MAN 1. Ada beberapa, bisa dihitung pakai jari. Aku pun juga mencari nama Reza dilembar itu. Namun tidak kutemukan namanya. Lalu aku berpindah ke lembaran MTS, tidak ada juga namanya. Aku mulai khawatir. Aku berulang kali memastikan dengan melihat secara berurut sambil menunjuk satu per satu nama, berharap nama dia ada walaupun di peringkat terakhir. Namun ternyata, memang kami tidak berjodoh. Aku cuma bisa menghela nafas. Sedikit kecewa.
            Setelah puas melihat hasil pengumuman dan aku dinyatakan lulus di madrasah itu, aku keluar barisan menemui ibuku yang daritadi sudah menungguku. Aku mengatakan padanya tentang peringkatku, siapa saja temanku yang lulus, dan persyaratan apa saja yang harus dilaksanakan untuk Masa Orientasi Sekolah ( MOS ) nanti. Tapi di madrasah ini, kami menyebutnya dengan nama Ta’aruf yang baru aku ketahui artinya setelah mengikuti kegiatan itu. Perkenalan.
            Di tengah perbincangan aku dan ibu, lewat seorang siswi, mungkin seniorku, dengan seragam putih abu-abu khas seragam tingkatan SMA. ‘’Seperti itu nanti pakaiannya’’. Ucap ibuku. Melihat pemandangan itu, aku sedikit mengerutkan kening dan merasa aneh. Bukan seragam SMA yang aku bayangkan. Sejak SMP, aku sangat antusias untuk segera mengenakan pakaian anak ABG itu. Pakaian kebanggaan anak-anak SMA. Seragam putih abu-abu dengan baju seragam sepinggang dan rok biku-biku ( berlipat ). Tapi apa yang aku lihat hari ini sangat berbeda. Siswi itu mengenakan seragam putih longgar dengan panjang selutut dan jilbabnya yang hampir sepanjang betis. Saat itu juga aku merasa sangat illfeel dengan sekolah ini. Aku tidak mau pakaian sekolah seperti itu, ucapku dalam hati.

***
Jum’at, jam 07.00 WIB
            Hari ini aku sangat antusias karena hari ini dan 2 hari kedepan adalah masa yang juga sangat kutunggu-tunggu. Apalagi kalau bukan MOS. Namun dibalik keantusiasanku, terselip sedikit kekecewaan karena pada hari yang sama, seluruh keluargaku akan liburan ke Banda Aceh. Dan ayah sudah memesankanku tiket. Alhasil, tiket yang ada hangus karena aku lebih memilih ikut MOS dan akupun tidak begitu mengerti alasan mengapa aku lebih memilih hal itu. Mungkin ini awal rencana Tuhan.
            Dengan pakaian yang disyaratkan, akupun mengenakan jilbab putih, kemeja putih sepinggang dan rok hitam. Pakaian ini khusus untuk siswa yang berasal dari SMP,sedangkan untuk siswa yang berasal dari MTS hanya berbeda dalam warna bawahan yang digunakan. Mereka memakai rok/celana biru. Aku siap berangkat dengan diantar omku.
            Sesampai di tempat, ramai juga siswa yang mengikuti kegiatan ini. Hanya sedikit yang memakai bawahan hitam. Di tengah aku sibuk melihat orang-orang hilir mudik, seseorang menghampiri dan menepuk pundakku. “Diah!’’. Ucapnya. “Mia!’. Balasku. Mia adalah teman sekelasku waktu SMP dan aku bersyukur, akhirnya aku punya seseorang yang aku kenal. Akupun berpamitan dengan omku dan mengatakan akan pulang dengan angkutan umum.
“Diah forum berapa?’’ tanya Mia.
“Forum?’’ tanyaku bingung.
Iya, ruangan berapa?” tanyanya lagi.
Sungguh aku tidak mengerti maksudnya apa.
“ Gak tau..” ucapku.
“Hm..kalo gitu, tunggu ya, biar Mia liat..’’ Ucapnya lalu pergi.
Aku masih sangat polos berada di lingkungan setingkat lebih tinggi dari SMP ini. Di tengah kebingunganku, Mia datang kembali menghampiriku..
“ Diah di forum 1, kelas D.’’ ucapnya.
Aduh, yang mana lagi itu forum 1 dan kelas D, ucapku dalam hati.
“KEPADA SELURUH SISWA, DIHARAPKAN UNTUK BERKUMPUL DI LAPANGAN”.
Pengumuman panitia terdengar sangat jelas untuk kami laksanakan. Aku dan Mia bergegas menuju lapangan.
‘’BERBARIS SESUAI FORUMNYA YA. FORUM 1 DISEBELAH KIRI SAYA…”.
Dan akupun tau kemana aku harus pergi. Aku berpisah dengan Mia karena Mia tidak seforum denganku. Aku berjalan menuju barisan dimana siswa yang terhimpun dalam forum 1 dibariskan.
Sungguh, aku tidak mengenal siapapun di barisan ini. Yang aku bisa saat ini cuma diam. Kulihat yang lain ada yang sudah saling kenal dan berbincang dan aku sangat tahu, mereka berbeda sekolah. Yang satu mengenakan rok hitam dan satunya lagi rok biru. Cepat sekali dapat temannya, gumamku.
            Setelah cukup lama dibariskan dan diberi berbagai arahan, kami pun memasuki forum masing-masing. Aku mngikuti teman-teman seforumku karena aku memang tidak tahu dimana forum itu dan ternyata forum tersebut berada di lantai dua. Aku memasuki kelas berdinding ungu tersebut. Aku termasuk anak yang lumayan cuek, jadi aku tidak begitu perhatian dengan lingkungan tempat dudukku. Aku hanya berkenalan dengan seorang teman sebangkuku yang bernama Dede. Aku tersenyum membalas senyumannya.
            Setelah semua siswanya masuk, masuklah 3 orang memakai seragam sekolah. Memang ada 3 orang, tapi mataku tertuju pada seseorang. Seseorang yang begitu mempesona kulihat. Wanita itu begitu cantik dan kulihat pakaian yang dikenakannya juga longgar dan jilbabnya juga panjang. Tapi mengapa ketika dia yang memakainya, ia kelihatan sangat anggun dan cantik?
Pada saat sesi perkenalan, barulah aku tahu bahwa nama beliau adalah Kak Ulfah, dari kelas unggulan. Pikiranku melayang. Membayangkan kakak ini begitu sempurna. Sudah cantik, cerdas, alim, kaya lagi. Bagaimana aku tahu? Jelas, anak-anak yang tergabung di dalam kelas unggulan adalah anak-anak yang lebih dalam kemampuan ekonomi orangtuanya, disamping juga harus lulus tes ujian tulisan, psikologi dan wawancara. Dalam hati aku mengagumi beliau. Mereka bertiga adalah wali forum untuk forum 1. Forum 1 bernama Abu Daud dan kamipun membuat yel-yel tentang forum 1.
Forum 1, Abu Daud.
Forun 1, tak pernah takut.
Forum 1 kreatif, forum 1 paling aktif, forum 1…is the best!
Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!!
Kami semua wajib mengahapalkan yel-yel itu dan menyuarakannya jika diminta sama kakak-kakak instruktur yang masuk nanti. Dan  kami pun dengan semangat mengahapalkan yel-yel itu tanpa berfikir apa yang akan terjadi selanjutnya. Permainan sedang dimulai.
            Kami diminta untuk membuat ruangan leter U. Dengan waktu yang diberikan selama 3 menit dari kakak instruktur, kami bergerak cepat untuk menyusun kursi dan meja membentuk leter U. Dan atas kerjasama yang baik, kami dapat menyelesaikannya dengan cepat. Leter U yang terdiri dari dua baris dan aku duduk dibarisan kedua alias dibelakang. Akupun tidak begitu mau menonjol di depan. Dan aku termasuk anak yang cukup tidak banyak bicara selama mos.
            Selain diberi arahan ini-itu, kami juga diajak berkeliling sekolah, untuk mengetahui tata letak dan lokasi yang ada di sekolah. Kami dikenalkan ruangan kelas, ruangan guru, ruangan kepala sekolah, toilet, laboratorium, uks, aula, mushalla, dan semuanya sampai kembali lagi ke forum. Kami diajarkan berbagai lagu yang liriknya cukup bagus karena mengajak kebaikan. Lagu Mars MAN 1, lagu tentang jilbab, lagu tentang pejuang, tentang berdakwah, dll. Selain itu kami juga mendengarkan berbagai materi. Pokoknya, satu harian berada di sekolah baruku ini cukup memberikan banyak pengalaman dan aku sudah tidak sabar menunggu besok.
            Kami pulang jam 6 sore menjelang magrib. Namun aku dan kelihatannya hampir semua siswa belum segera pulang ke rumah masing-masing namun malah pergi ke pasar yang sebentar lagi tutup. Aku tahu alasannya. Setiap forum diberikan tugas untuk membawa bekal besok, namun dengan bahasa yang sedikit diubah. Adapun bekal forum 1 yaitu :
Biji padi tanak sebungkus, makanan belanda disambal, ikan dikutuk bumi dicampur dengan makanan belanda tadi, buah monyet sebanyak 3 buah, dan minuman darah 4 kaleng. Tentunya sebelum pulang, aku dan teman-temanku mendiskusikan apa yang dimaksud dengan kata kunci diatas. Setelah berdiskusi beberapa menit, akhirnya kami memutuskan akan membawa nasi, kentang dicampur ikan teri disambal, pisang dan fanta. Benar atau salah, kamipun tidak tahu. Selain bekal itu, kami juga diminta untuk membawa kertas karton pink, buku disampul merah, dan mencari kisah Abu Daud. Dan kini, aku memang siap untuk besok.

***
Sabtu, 07.00 WIB

            Tanteku sudah mempersiapkan segala sesuatu yang aku butuhkan untuk hari ini dan segala bentuk atributnya. Dan seperti biasa, aku diantar sama omku. Bedanya, hari ini aku merasa sedikit lebih semangat, lebih fresh dan lebih ingin tahu, hari ini apa yang akan dilakukan.
            Kami berkumpul di forum dan kakak instruktur belum masuk. Aku bertemu Dede dan bercerita tentang apa yang dibawa hari ini sampai Dede bertanya tentang buku bersampul merah. Ya Tuhan, aku lupa. Aku sedikit deg-degan dan panik. Dede membantu mencarikanku sampul dan akhirnya masalah itu selesai. Dede begitu baik padaku.
            Panggilan untuk seluruh siswa agar berkumpul di lapangan karena ada beberapa arahan dari para guru dan panitia. Kami semua pun bergegas ke lapangan sambil membawa alat yang diperlukan seperti spidol dan kertas karton yang telah dipotong berdasarkan ukuran yang diminta. Sesampainya di lapangan, seperti biasa kami dibariskan menurut forum  masing-masing. Setelah diberi beberapa arahan, nasihat dan pidato singkat beberapa guru, kami diminta untuk menuliskan nama, tempat tanggal lahir dan asal sekolah masing-masing di karton.
Sang Diah P.
Tg. Balai, 15 April 1992
SMP Al Ulum
Aku menuliskan ketiga hal diatas di kartonku dan memasang tali pada kedua ujungnya dan menggantungkannya di leher. Aku berbalik badan. Ada seseorang yang menghampiriku.
“Hei, namanya siapa?” tanyanya ramah sambil senyum.
“Diah” ucapku sambil menunjukkan kertas karton yang tergantung di depanku. Akupun melihat tulisan di kartonnya.
“ Alimatul Karimah”. Itu namanya. Kesan pertamaku padanya, anaknya sangat ramah, mudah senyum dan aktif. Jilbabnya lumayan panjang. Sedangkan aku menggunakan jilbab tipis sebahu. Tak masalah, itu styleku dari dulu.
            Setelah cukup berkenalan dan arahan yang diberikan panitia, kami kembali diinstruksikan untuk memasuki forum. Setelah sampai di forum, kami dipertemukan dengan 3 kakak instruktur yang lain. Kami diminta untuk menyebutkan yel-yel, diberi arahan, diceritakan kisah-kisah, diceritakan masalah aurat, jilbab, impian, dll. Bahkan impian kami ditanya satu per satu. Pada saat itu aku bingung harus menjawab apa impianku, karena akupun tidak begitu memikirkannya dan aku berharap, pertanyaan itu tidak mengarah padaku. Dan Alhamdulillah, aku aman. Hanya beberapa teman yang ditanya masalah impian itu. Kami juga diajari beberapa permainan otak, diajak bermain dengan menghapal nama seluruh teman di forum sambil ditanya kembali. Sungguh mengasyikkan hari ini. Benar apa yang aku duga, hari ini sungguh menyenangkan dan akupun tetap tidak sabar untuk hari terkahir mos besok. Kepulanganku ke rumah hari ini membuatku banyak tersenyum. Aku masih belum sadar betapa aku harus bersyukur di sekolahkan di madrasah itu walaupun niat awalnya ingin bertemu dan mengejar pujaan hati. Namun yang masih bersarang di pikiranku, ketika siang tadi, ketika aku melewati 2 orang kakak senior, salah satunya mengatakan kepada yang lain sambil menunjukku. “Baju adik ini kependekan”. Memang sih, dibanding yang lain, pakaianku sangat pendek. Ketika yang lain memakai pakaian yang agak panjang, walau diatas lutu, aku malah pakai kemeja sepinggang. Aku masih cuek saja mendengar hal itu. Tak perlu mengambil pusing. Toh, daridulu pakaianku juga sependek ini. Bahkan pakai celana jeans lagi. Ini mending pakai rok. Tapi ya sudahlah, yang penting hari ini aku bahagia.

***
Minggu, jam 07.00 WIB
            Ini adalah hari terakhir aku mengikuti mos sebelum Senin besok aku akan merasakan menjadi siswi SMA yang sebenarnya. Sepeti biasa, berdasarkan instruksi kami diminta untuk membawa bekal yang sudah diarahkan sebelum pulang dan aku terus menunggu-nunggu apalagi yang akan dilakukan. Selama 2 hari ini kami diberi materi tentang Islam, Ukhuwah Islamiyah, Percaya diri, dll. Sudah begitu banyak materi yang diajarkan oleh para penceramah dan pengulangan materi oleh kakak instruktur di forum. Jadi mos yang dilakukan tidak terkesan sia-sia. Kami juga tidak perlu memakai pita-pita di jilbab kami, memakai topi karton di kepala kami, atau berkalungkan petai dan jengkol seperti yang dilakukan teman-temanku di sekolah lain. Yah, baguslah, tidak perlu membuang-buang uang dan melakukan hal yang kurang penting seperti itu walaupun aku juga ingin merasakannya.
            Sesampai di sekolah, aku langsung masuk ke forum dan berjumpa dengan beberapa temanku yang sudah datang terlebih dahulu. Aku tidak banyak bicara selama 2 hari ini. Ketika kakak instruktur melemparkan pertanyaan, aku cuma diam dan menjawab dalam hati. Memang seperti itu, dari dulu aku orang yang kurang suka berinteraksi dengan orang lain. Aku sering dinilai sombong, cuek, tidak peka bahkan egois. Tapi itu tidak masalah, yang penting tidak merugikan diriku. Tapi tidak hanya diriku, rata-rata teman seforumku juga tidak banyak bicara, hanya 1-2 orang yang berani mengeluarkan pendapatnya tanpa ditunjuk. Itulah mengapa, dari kemarin, forum kami di cap sebagai forum yang vakum.
            Setelah kami semua berkumpul, masuklah 3 kakak instruktur yang berbeda lagi dari yang kemarin. Seperti biasa, kami diminta untuk menyanyikan yel-yel dengan semangat yang dipimpin oleh ketua forum. Setelah itu, kami duduk kembali di kursi masing-masing. Hari ini sedikirt berbeda, kami ditanya beberapa hal tentang materi apa saja yang sudah diberikan sebelumnya. Aku dan yang lain cuma diam. Aku tidak tahu apa sebabnya. Apakah memang kami yang pemalu, tidak berani, atau memang tidak ingat sama sekali dengan materinya. Sikap diam kami membuat kakak instruktur sedikit lebih tegas. Aku tidak tahu mengapa. Mereka seperti sebal melihat kami yang terus diam.
“Katanya forum 1 kreatif, dek?! Kok diam?”
“Paling aktif, tidak takut..apalagi tadi?”
“Is the best lagi! Forum lain ga ada tuh yang berani buat yel-yel kayak gitu..nah, ini kalian semuanya ada..”
“ Ah, tukang bohong semua kalian dek. Kalo menurut kakak, kalian tu forum penakut, tidak bertanggung jawab dan forum tervakum!”.
JLEB. Tiba-tiba forum ini terasa sangat tegang. Kami semua menunduk. Dalam hati aku sedikit membenarkan kalimat mereka, tapi disisi lain, aku tidak terima forum ini dibanding-bandingkan.
            Disaat ketegangan yang terjadi di forum kami, masuklah seorang kakak dengan 2 orang siswi.
“assalamu’alaikum…’’ ucap kakak itu.
“wa’alaikumussalam..” jawab kami semua.
“Kenapa kak?’’ tanya salah seorang kakak instruktur yang memarahi kami tadi.
“Ini nih kak, ada yang mau ngaku sesuatu. Merasa paling cantik, katanya..” ucap sang kakak sinis.
Aku melihat kearah 2 orang siswi itu. Mereka menunduk. Tapi aku seperti mengenal salah seorang diantara mereka. Aku mengingat kembali siapa dia. Aku baru teringat ternyata dia adalah anak yang aku jumpa sewaktu Technical Meeting orangtua. Anaknya manis dan ramah. Ketika itu, kami menunggu orang tua kami yang sedang Technical Meeting di Aula sekolah. Aku merasa kecapean dan jongkok. Sedangkan yang lain tetap berdiri. Aku melihat anak itu membalikkan badan dan tersenyum ramah padaku. Aku ingin memastikan apakah dia tersenyum padaku atau tidak dengan aku melihat ke belakang yang tidak lain adalah tembok. Sudah kuat keyakinanku bahwa ia memang tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya singkat dan kemudian mengarahkan pandangan ke tempat lain. Cantik sekali anak itu.
            Tapi apa yang terjadi dengan dia sekarang?
“Ayo, dek! Buruan! Sebut nama dan pengakuannya!” sang kakak yang membawa dia dan temannya memerintahkan dengan tegas kepada mereka berdua.Aku tidak begitu jelas mendengar pengakuannya. “Nama saya Mutiara…blabla. Kesalahan saya adalah saya pacaran”. Ucapnya sambil terus menunduk. Kini aku tahu, bahwa namanya adalah Mutiara. Aku terus memperhatikannya yang terus menunduk. Aku merasa simpati namun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia dipermalukan di depan kami.
“Gini, ini nih kalo merasa sok cantik! Pacaran! Jangan kalian contoh ya dek. Harusnya malu, masih calon siswa disini, kok pacaran!”. Ucap sang kakak tegas.
Aku menelan ludah. Apa yang harus aku lakukan jika pertanyaan itu ditujukan pada forum kami. Bisa-bisa aku mengalami hal yang serupa dengan si Mutiara itu. Selesai pengakuan, mereka dua kembali digiring untuk mengaku di forum lain. Ya Tuhan. Habislah aku.
            Kakak instruktur pun menjelaskan sedikit tentang pacaran dan masih bertanya tentang beberapa hal dan masih kami jawab dengan kalimat bisu, diam. Volume suara kakak-kakak instruktur satu tingkat lebih tinggi dibanding hari pertama dan kedua. Ada ada dengan hari ini?
Lalu, setelah sedikit membahas tentang kejadian tadi, kakak instruktur yang perempuan bertanya pada kami, “ Siapa disini yang sudah pakai jilbab?”. Tidak semua yang menunjuk tangan. Namun cukup banyak. Termasuk aku. “ Yang kalau keluar juga pakai jilbab, tidak hanya bepergian?”. Kali ini yang tunjuk tangan bisa dihitung. Cuma 1-2 orang dari sekian banyak dan tentunya aku tidak termasuk diantaranya. Ya Tuhan, malunya aku.
“Oh, banyak, ya…coba dek, silahkan ke depan!”. Perintah sang kakak.
Kamipun mengikuti perintah sang kakak. Aku tidak begitu khawatir karena memang banyak sekali, hampir semua siswi di forum kami yang maju ke depan. Kami pun berbaris sampai 2 baris dan diceramahi ini - itu tentang jilbab. Aku memilih baris di belakang. Dan sudah kuduga, seperti halnya Mutiara tadi, kami digiring ke kelas lain untuk mengakui kesalahan kami. Tapi bukannya menyesal, yang lain malah tertawa dan bercanda. Sama halnya juga denganku, tapi aku cukup tertawa dalam hati saja. Ada sedikit rasa takut pada kakak instruktur itu. Masuk ke forum lain, kami disuruh mengungkapkan pengakuan. Kemudian dikembalikan ke forum. Di perjalanan memang banyak yang membahas hal itu dan masih bercanda. Namun sesampai di forum, semuanya diam. Begitu kami masuk, aku melihat beberapa orang sudah berdiri di depan. Kenapa lagi mereka? Kami tidak langsung disuruh duduk sampai perintah kakak instruktur lain yang mengatakan bahwa siapa yang pacaran atau pernah pacaran silahkan tetap berdiri. Ternyata masalah yang kedua ini pacaran. Sudah kuduga. Banyak yang duduk dari kami yang masalah jilbab tadi. Kini tinggal aku dan beberapa orang saja. Sebenarnya bisa saja aku berbohong, tapi aku juga takut kalau ketahuan bohong. Maka akupun ikut serta dalam barisan orang-orang yang punya masalah itu. Kami ditanya alasan kami berpacaran. Kami semua diam. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hatipun aku bingung akan menjawab apa nanti ketika aku ditanya. Satu hal yang bisa aku lakukan, aku cuma tidak akan menatap mata para kakak instruktur itu. Dikarenakan kebisuan kami, kami pun ditanya satu per satu. Aduh, apa yang harus aku lakukan. Aku berharap aku tidak ditanya. Tapi bagaimana mungkin? Aku mendengar jawaban satu persatu teman ketika ditanyakan, ‘’Dek, menurut adek boleh pacaran?”. Banyak yang menjawab boleh, banyak juga yang menjawab tidak. Mereka yang menjawab boleh mengatakan berpacaran setelah sukses, setelah dewasa, ketika mau menikah, dll ketika sang kakak bertanya kapan waktu boleh pacaran. Aku semakin deg-degan karena sekarang giliran barisan yang perempuan yang akan ditanya. Aku berada di barisan paling ujung dekat pintu keluar. Ketika aku fokus dengan jawaban yang kupersiapkan dan fokus menyimak jawaban dari temanku yang lain, aku diminta seorang kakak instruktur untuk duduk di bangkuku. Aku pun kembali ke tempat dudukku namun tidak langsung duduk tapi masih berdiri. Kakak instruktur lain sedang bertanya suatu hal kepada kami semua. Namun tetap saja jawaban kami masih menggunakan bahasa bisu. Kakak instruktur yang laki-laki datang ke barisan tempat dudukku dan membisikkan sesuatu padaku. “Ayo, dek. Ngomong! Keluarin aja pendapatnya, ga usah takut salah…’’ ucapnya sangat lembut. Aku sedikit heran, bukannya kakak ini tadi sangat ganas di depan forum tapi sekarang mengapa begitu lembut? Aku terus berfikir tentang keherananku sampai seorang kakak instruktur lain di depan forum mengangkat sebuah handphone dan bertanya tentang kepemilikan handphone tersebut. Dikarenakan aku yang masih keheranan dengan sikap kakak instruktur di sampingku ini, aku tidak begitu fokus tentang handphone itu sampai kakak ini yang menegurku. “Dek, itu hapenya..” ucapnya pelan. Aku terhenyak dan terkejut. Benar itu handphoneku. Tapi mengapa kakak ini tau? Akhirnya akupun mengangkat tangan. “ Silahkan kedepan!” perintah sang kakak lain. Kenapa lagi ini? Apa handphoneku berbunyi? Bermasalah? Akupun ke depan dan sang kakak instruktur memintaku keluar tanpa alasan yang jelas. Andai aku berani, aku ingin memberontak dan bertanya kenapa aku dikeluarkan. Sialnya, aku cuma diam dan mengikuti perintahnya dengan rasa kesal. Dia menyuruhku untuk mengikutinya. Dia keluar duluan dan aku mengikuti dari belakang. Ketika keluar pintu, aku tidak melihat sang instruktur itu lagi. Tiba-tiba semuanya jadi terlihat sama. Memang, untuk instruktur dan panitia yang lelaki, wajib mengenakan peci hitam. Dan aku tidak ingat wajah kakak instruktur itu. Akupun diam dan jalan perlahan-lahan sambil mengintip beberapa forum yang kulewati. Aku benar-benar bingung. Kalau kembali ke forum, aku tidak berani. Lalu apa yang harus kulakukan? Aku terus berjalan sampai di ujung. Aku sedang melihat seorang siswa laki-laki yang sedang dimarahi dan disiram air karena dia melawan. Wajahnya kelihatan sangat serius dan berani menghadapi seseorang yang aku duga alumni sekolah ini. Keren, ucapku dalam hati.
            Di tengah kebingunganku, seseorang laki-laki lain yang berpenampilan seragam putih dan peci hitam, sama seperti penampilan instruktur datang menghampiriku. “Ngapain disini, dek?” tanyanya. Aku gugup.
Aku lantas menjawab, “ga tau..tadi abang-abang itu nyuruh saya keluar..’’ ucap saya resah.
“Abang-abang mana? Disini ga ada ya abang-abang!” ucapnya.
Aku mengerutkan kening. Maksudnya?
“Nagapain disini? Siapa yang nyuruh?” tanyanya lagi.
“Abang yang tadi….” Ucapku pelan.
“Disini ga ada abang! Emang abang tukang becak?! Panggilannya sama, baik perempuan dan laki-laki, kakak!” Ucapnya tegas.
Oh itu maksudnya, bilang dong. Ucapku dalam hati.
“Saya ga ingat kakak mana yang ajak saya keluar tadi..” ucapku.
“Terus apa kesalahan kau, dek?’’ Tanyanya. Aku diam. Aku harus menjawab yang mana? Jilbab atau pacaran? Atau dua-duanya? Pasti aku kena marah.
“eh, dek, kalau ditanya tu dijawab!”.
“Saya ga pake jilbab, kak!” ucapku ragu.
Apa? Ga pake jilbab kau, dek?” tanyanya heran dan sinis. Perasaanku mulai tidak enak. Dia mengajakku ke perkumpulannya. Ramai sekali kakak instruktur lelaki disitu. Dan dia mempermalukanku di depan teman-temannya.
“Tengok ni, anak MAN ga pake jilbab! Ga malu kau, dek? Asal kau tau ya, haram kau masuk kesini! Ga mikir apa kau sebelum masuk kesini?”. Haram kau! Tau kau!”. Dia memarahiku sangat keras. Rasanya aku mau nangis. Apa memang aku tidak pantas di sekolah ini? Hatiku sakit mendengar perkataannya tadi.
“Sekarang kau teriak, dari sini ke bawah, sampe semuanya dengar, ngaku kau!”. Perintahnya.
“Perhatian-perhatian, ini ada yang mau mengakui kesalahannya..” ucapnya dari lantai 2 ini pakai toa. Seketika orang-orang dibawah melihat kearah kami. Aku malu sekali. Menahan malu, akupun teriak dengan sekuat tenaga, “ Saya tidak pakai jilbab, saya berjanji akan memakai jilbab setelah ini!”. Aku mengikuti kata-katanya. “Ulangi!!” teriaknya. Aku mengulangi kalimat yang sama sampai 3 kali dan mataku sedikit berkaca-kaca alias mau nangis. Melihat itu, dia langsung berkata, “ Ingat ya, janjimu itu sama diri sendiri dan Allah! Sekarang, masuk lagi ke forum!”. Aku pergi dari perkumpulan orang itu. Disaat aku pergi, aku melihat mereka tersenyum dan ada yang tertawa sambil berkata, ‘’kau jahat kali, kasian dia..”. Sial. Aku dikerjai. Aku tidak akan melupakan kejadian ini.
            Aku kembali ke forum dengan wajah sedikit kesal. Sesampainya di forum aku cuma bisa menghela nafas. Untuk kali ini di forum ini seluruh pesertanya berdiri dan sebagian ada yang di luar. Aku pun tidak langsung menuju tempat dudukku. Kakak instruktur memanggilku untuk ikut berbaris bersama teman-teman yang lain. Entah kenapa aku sangat lelah. Aku tidak dengar lagi setiap kata-kata yang dikeluarkan kakak instruktur sampai sang kakak instruktur yang lelaki dan tinggi menunjukku sambil berkata, “Kenapa dek, sinis kali liatnya?”. Rasa kantukku yang daritadi kutahan kini hilang sekejap. Aku terdiam. Sinis bagaimana maksudnya? Aku hanya daritadi tidak melihat secara jelas wajah sang kakak instruktur sehingga aku harus sedikit menyipitkan mata untuk melihatnya. Maklum, sejak SMP aku sudah terkena miopi. Aku hanya penasaran dengan kakak ini yang tadi menyuruhku dengan lembut untuk mengeluarkan pendapat. Mengapa sekarang ia begitu keras? Disaat aku sibuk dengan kebisuanku, ia kembali mendekatiku dan berkata, “coba adek ngomong, kenapa kalian kayak gini? Kenapa kalau ditanya kalian diam? Ga ngejawab?’. Aku cuma diam dan karena tak kuasa menatap pandangannya, aku berkata asal-asalan yang sebenarnya sudah sejak lama ingin kukatakan. “ Kakak panitia….. “. Sebelum aku selesai mengeluarkan pendapat, ia langsung memotong perkataanku. “ Dek, bisa baca ini?” Tunjuknya ke tulisan di bet nama di dada kanannya. Aku sedikit menyipitkan mata dan terlihat tulisan instruktur. Ups. Salah bicara. Aduh. “I-iya, maksud saya kakak instruktur itu terlalu menekan..”. Ucapku dengan suara yang bergetar. Matilah aku kalau sampai aku dibentak seperti teman disampingku sebelumnya. Beliau langsung merespon ucapanku. “Kami kayak gini untuk kalian. Supaya kalian mau ngomong. Supaya kalian bisa setidaknya mengeluarkan pendapat. Ini untuk kebaikan kalian juga..” ucapnya sambil memalingkan wajah. Aku menghela nafas dan menunduk. Aku takut sekali. Aku takut dibentak.
            Kejadian ini terus berlanjut sampai waktu sore pun tiba. Setelah semua masalah beres dan seusai shalat ashar berjama’ah, kami dikembalikan ke tempat duduk masing-masing. Suasana sudah sedikit mencair dikarenakan kakak-kakak instruktur juga mulai mencair dan tidak marah-marah lagi. Sang kakak instruktur juga mengatakan bahwa kami sangat tegang, sinis dan menunduk daritadi. Beliau memberikan kami nasehat ini – itu. Beliau menjelaskan panjang lebar tentang keadaan kami daritadi sampai sang kakak yang tinggi itu berkata sambil menunjukku, “ Di kelas ini yang paling sinis ngeliatnya ya dia..”. Seketika semua orang di dalam kelas melihat ke arahku. Ya Tuhan, malunya aku. Aku cuma menunduk. Kemudian kakak itu meminta kami semua untuk melepas ketegangan dengan tersenyum selama 10 detik. Aku pun tersenyum melihat seluruh temanku tersenyum ( entah karena ikhlas atau takut kena marah lagi ). Dan sang kakak tadi mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut. “ Kalian tau, kalo kalian kayak gini, senyum, kan enak diliat. Dan tau, yang paling manis senyumannya ya adek itu..” ucapnya tersenyum sinis sambil menunjukku. Aku terdiam. Aku tidak tau bagaimana ekspresiku ketika itu. Hanya saja yang aku sadar, cewek mana yang tidak tersanjung dipuji seperti itu setelah awalnya di anggap paling sinis. Aku tidak mempedulikan orang-orang yang melihatku. Hanya saja aku merasa malu, tersanjung dan tetap menunduk. Siapa sih kakak itu sebenarnya?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: